Tantangan Pemilu di Negara Majemuk, Dibutuhkan Kedewasaan dan Kematangan Berpolitik
komitmen mindset cara berdemokrasi yang pro kepada perdamaian yang harus digaungkan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia adalah negara majemuk dengan berbagai suku, agama, ras, dan golongan. Kondisi itu menjadi tantangan besar di tengah persaingan kontestasi politik di setiap penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Karena itu dibutuhkan kedewasaan dan kematangan berpolitik dari tingkat elite hingga akar rumput agar proses demokrasi lima tahunan itu berjalan lancar, aman, dan damai.
"Jika kontestasi politik tidak mampu dikelola dan diselenggarakan dengan baik, dikhawatirkan justru akan menimbulkan polarisasi sosial di tengah masyarakat. Kondisi itu tentu saja akan mengganggu stabilitas nasional," ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar, saat memberi sambutan pada Dialog Kebangsaan Bersama Partai Politik Dalam Rangka Persiapan Pemilu Tahun 2024 di Hotel St Regis, Jakarta, Senin (13//3/2023).
Boy melanjutkan bahwa ancaman polarisasi sosial akan semakin potensial ketika praktik politisasi SARA, ujaran kebencian, dan hoaks bertebaran di tengah masyarakat. Tentu saja praktik semacam itu tidak hanya membahayakan demokrasi di Indonesia, tapi juga mengancam keutuhan dan kedaulatan bangsa.
Menurutnya, Pemilu merupakan pesta demokrasi lima tahunan yang bertujuan untuk menyalurkan suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam memiliki calon pemimpin dan wakil rakyat. Apalagi Pemilu 2024 akan menjadi tonggak sejarah baru bagi demokrasi di Indonesia dengan adanya penyelenggaraan Pemilu secara serentak.
Lebih lanjut, Kepala BNPT menyampaikan bahwa dalam sistem politik demokrasi, Pemilu merupakan salah satu instrumen penting dalam menilai capaian kesuksesan demokrasi di suatu negara. Salah satu indikatornya adalah terselenggaranya Pemilu yang jujur, aman, damai, dan berkualitas.
"Dari tahun ke tahun, pasca reformasi indeks demokrasi kita terus mengalami kenaikan. Itu ditunjukkan dengan partisipasi politik rakyat yang semakin tinggi dan penyelenggaraan Pemilu yang berjalan demokratis. Tentu masih banyak tantangan dan kekurangan yang harus kita benahi dengan komitmen bersama mewujudkan tatanan demokrasi yang lebih berkualitas dan bermartabat," papar Boy Rafli.
Karena itulah, katanya, BNPT bekerja sama dengan penyelenggara Pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu berinisiatif menyelenggarakan Dialog Bersama Partai Politik Peserta Pemilu 2024. Hal itu berdasarkan pengalaman masa lalu yaitu Pemilu 2019, yang perlu terus dikaji. Saat itu banyak terjadi upaya polarisasi politik ada dampak negatif dalam hal ini terjadinya narasi-narasi ujaran kebencian propaganda penghinaan terhadap satu sama lainnya.
"Padahal narasi-narasi itu adalah bukan narasi yang berkepribadian kita sebagai bangsa Indonesia. Karena bangsa Indonesia begitu beruntung mendapatkan Legacy warisan narasi-narasi nasionalisme kebangsaan yang tentunya tidak bisa kita kesampingkan begitu saja," kata mantan Kapolda Papua ini.
Kondisi itulah, lanjut Boy Rafli, dalam dalam berbagai aspek kehidupan segenap elemen bangsa harus mempromosikan kesatuan dan menjauhkan dari segala isu-isu yang dapat mengakibatkan perpecahan. Itu penting karena berkaitan dengan aktivitas politik akhir-akhir ini dan menjelang Pemilu 2024, sikap dan perilaku yang berpotensi mengarah terjadinya konflik sosial yang mengarah kekerasan.
"Karena pada pada dasarnya terorisme itu adalah kekerasan, violent extremission. Yang di antaranya dalam undang-undang kita itu bahkan disebut memiliki motif Ideologi dan politik. Kita tidak ingin pesta demokrasi Indonesia yang sudah semakin baik dari tahun ke tahun indeks demokrasi kita menunjukkan angka yang baik tetapi dengan catatan adanya berbagai masalah-masalah di masa lalu yang tentu harus kita upayakan ke depan tidak menjadi bagian yang terulang kembali. Ini adalah ikhtiar," paparnya.
Terpenting saat ini, katanya, komitmen pemahaman dan mindset cara berdemokrasi yang pro kepada perdamaian yang harus digaungkan. Hal ini penting karena bangsa Indonesia tentu saja tidak ingin karena demokrasi malah menjadi saling bermusuhan, saling melemparkan narasi-narasi pecah belah. "Padahal kita tidak diajarkan begitu oleh leluhur kita," kata Boy Rafli.
Hadir pada kegiatan itu Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin bertindak sebagai keynote speech. Hadir juga Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda. Dialog ini diikuti oleh 120 perwakilan partai politik peserta Pemilu 2024 dan 180 orang perwakilan dari Kementerian dan Lembaga.