Terancam Disabotase, Netanyahu Akhirnya Bersuara Soal Gencatan Senjata: Ini Katanya

Netanyahu menegaskan kesepakatan untuk memulangkan para sandera telah tercapai.

AP Photo/Pamela Smith
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di sela sesi ke-79 Majelis Umum PBB, Jumat, 27 September 2024. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu.
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, TELAVIV — Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akhirnya mengeluarkan pernyataan terkait kesepakatan gencatan senjata yang diraih di Doha,Qatar, pada Rabu (15/1/2025).

Baca Juga


Pada Jumat (17/1/2025) waktu setempat, pimpinan Partai Likud tersebut menegaskan,  kesepakatan untuk memulangkan para sandera yang ditahan di jalur Gaza telah tercapai meski sebelumnya, kantornya mengatakan ada kendala pada menit-menit terakhir kesepakatan. Gencatan senjatan tersebut dinilai akan akan menghentikan perang selama 15 bulan, lapor Associated Press.

Netanyahu mengatakan bahwa ia akan mengadakan pertemuan dengan Kabinet Keamanannya pada Jumat malam. Pertemuan selanjutnya akan digelar dengan pemerintah untuk  menyetujui kesepakatan yang telah lama ditunggu-tunggu.

Pernyataan Netanyahu tampaknya membuka jalan bagi pemerintah Israel untuk menyetujui kesepakatan tersebut. Pernyataan itu akan menghentikan pertempuran di jalur Gaza dan membebaskan puluhan sandera yang ditahan oleh para pejuang di Gaza dengan imbalan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel. Kesepakatan ini juga akan memungkinkan ratusan ribu warga Palestina yang mengungsi untuk kembali ke sisa-sisa rumah mereka di Gaza.

Poin Kesepakatan Gencatan Senjata - (Republika)

 

Israel awalnya menunda pemungutan suara pada Kamis mengenai gencatan senjata. Pihak penjajah menyalahkan pertikaian di menit-menit terakhir dengan Hamas sebagai penyebab tertundanya persetujuan tersebut terlebih ada  peningkatan ketegangan dalam koalisi pemerintah Netanyahu. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang penerapan kesepakatan tersebut hanya sehari setelah Presiden AS Joe Biden dan mediator utama Qatar mengumumkan bahwa kesepakatan tersebut telah selesai.

Gencatan senjata Gaza memberi harapan bagi warga Israel dan Palestina tetapi mungkin tidak akan mengakhiri penderitaan mereka. Kantor Netanyahu menuduh Hamas mengingkari beberapa bagian dari perjanjian tersebut untuk mendapatkan konsesi lebih lanjut — tanpa menyebutkan bagian mana saja yang dituduhkan. 

Dalam sebuah pengarahan pada Kamis, David Mencer, seorang juru bicara pemerintah Israel, mengatakan tuntutan baru Hamas berkaitan dengan pengerahan pasukan Israel di koridor Philadelphia, jalur sempit yang berbatasan dengan Mesir yang direbut pasukan Israel pada bulan Mei.

Hamas membantah klaim tersebut. Izzat al-Rishq, seorang pejabat senior Hamas, mengatakan kelompok militan tersebut berkomitmen pada perjanjian gencatan senjata, yang diumumkan oleh para mediator.

Perjanjian gencatan senjata tersebut menuai perlawanan sengit dari mitra koalisi sayap kanan Netanyahu. Padahal, Netanyahu mengharap dukungan mereka untuk tetap berkuasa. Pada Kamis, menteri keamanan nasional garis keras Israel, Itamar Ben-Gvir, mengancam akan mengundurkan diri dari pemerintahan jika Israel menyetujui gencatan senjata tersebut.

Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben Gvir mengumumkan pada Kamis (16/1/2025),  partainya Otzma Yehudit yang berhaluan ekstrem kanan akan meninggalkan pemerintahan koalisi jika perjanjian gencatan senjata yang baru-baru ini dimediasi dengan Hamas disetujui.

Ben Gvir mengkritik keras kesepakatan tersebut. Ben Gvir menuding kesepakatan tersebut  sebagai sikap sembrono. Dia mengklaim bahwa kesepakatan tersebut mencakup konsesi yang merusak pencapaian penjajahan Israel. "Kesepakatan tersebut melibatkan pembebasan ratusan pembunuh, pemulangan ratusan ribu penduduk Gaza ke sektor utara, termasuk ribuan teroris, penarikan diri dari Rute Philadelphia, dan gencatan senjata," ungkap dia seperti dilaporkan Al Mayadeen.

Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben Gvir

Menurut Ben Gvir, kesepakatan tersebut telah mengakhiri semua pencapaian Israel dan tidak menjamin pembebasan semua sandera. Dia menekankan posisi partainya, Otzma Yehudit, di bawah kepemimpinannya, tidak akan menggulingkan Netanyahu atau bekerja sama dengan pihak kiri demi melawan pemerintah.

Meski demikian, menteri ekstremis tersebut mengaku tidak dapat tetap menjadi bagian dari pemerintahan yang menyetujui kesepakatan yang memberikan hadiah besar bagi Hamas dan berisiko mengalami bencana lain seperti 7 Oktober.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler