Bertani Sejak Dini, Menanam dari Kebun Sekolah

Hasil penjualan sayur dan buah sekolah ini bisa mencapai sekitar Rp 9 juta.

Republika/Adysha Citra Ramadani
Sekolah mitra Tanoto Foundation, SMPN 1 Sekolah Darat, memberdayakan kebun sekolah sebagai media pembelajaran.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, Sepulang sekolah, Romi Prawito Saputra biasanya meluangkan waktu untuk merawat tanaman-tanaman cangkok yang dia buat. Melalui tanaman-tanaman cangkok inilah Romi mampu mendapatkan penghasilan tambahan untuk membeli beragam peralatan sekolah yang dia butuhkan.

Romi mendapatkan penghasilan tambahan ini dengan cara menjual tanaman-tanaman cangkok yang dia buat melalui media sosial. Tak jarang, sang ibu juga membantu Romi untuk menjual tanaman-tanaman cangkoknya melalui WhatsApp.

Beberapa jenis tanaman yang kerap dicangkok oleh Romi adalah alpukat, jeruk, dan durian. Menurut Romi, waktu paling lama yang dibutuhkan untuk "memanen" tanaman cangkok adalah sekitar 3-6 bulan.

"Tantangannya (adalah) cuaca yang kurang mendukung. Kadang hujan kadang panas, (tanaman cangkok) jadi berjamur dan rusak," jelas Romi saat ditemui Republika.co.id di sekolahnya, SMPN 1 Sekolaq Darat.

Dari penjualan tanaman cangkok ini, Romi bisa mendapatkan uang sebesar Rp 50 ribu per tanaman. Untuk kualitas tanaman cangkok yang lebih baik, Romi bisa memperoleh Rp 100 ribu per tanaman.

"(Hasil penjualan) untuk membeli peralatan sekolah, seperti sepatu, baju, tas, atau uang saku," cerita siswa kelas IX tersebut, saat ditemui Republika.co.id.

Selain aktif berjualan, Romi juga tak ragu untuk mengajarkan cara mencangkok kepada teman-temannya di sekolah. Tak jarang, remaja yang bercita-cita menjadi polisi tersebut pun mengajarkan trik mencangkok tanaman kepada keluarga besarnya.

"Saya yang mendatangi (ke rumah keluarga besar) untuk kasih tahu caranya," lanjut Romi.

Baca Juga


Sekolah mitra Tanoto Foundation, SMPN 1 Sekolah Darat, memberdayakan kebun sekolah sebagai media pembelajaran. - (Republika/Adysha Citra Ramadani)



Romi pertama kali mengetahui soal cangkok tanaman saat masih duduk di kelas VIII. Namun, Romi baru memberanikan diri untuk untuk berjualan tanaman cangkok setelah melakukan praktik langsung di sekolah, di bawah bimbingan gurunya, Yatno.

"Romi ini salah satu murid yang kreatif, dia mencoba (cangkok tanaman) sendiri di rumah," ujar Yatno.

Praktik mencangkok yang Romi lakukan di sekolah merupakan bagian dari aktivitas mengelola kebun yang diterapkan oleh SMPN 1 Sekolaq Darat. Sekolah mitra dari Tanoto Foundation ini memang menjadikan kebun sekolah sebagai media pembelajaran dan praktik Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Praktik ini telah SMPN 1 Sekolaq Darat lakukan sejak mereka melakukan transformasi kurikulum, dari Kurikulum 2013 menuju Kurikulum Mandiri.

Kepala Sekolah SMPN 1 Sekolaq Darat Elli Helkia mengungkapkan bahwa kebun sekolah bisa dimanfaatkan sebagai media pembelajaran untuk berbagai mata pelajaran. Beberapa contohnya adalah matematika, bahasa Indonesia, IPA, dan PKn.

Dalam pelajaran matematika, para siswa dan siswi bisa belajar menghitung luas lahan dan jarak tanam tumbuhan di kebun sekolah. Sedangkan dalam pelajaran bahasa Indonesia, anak-anak dapat belajar menulis laporan perkembangan tanaman.

Untuk pelajaran IPA, guru dapat memanfaatkan kebun sekolah untuk mengajarkan soal perkembangbiakan tanaman. Dan dalam pelajaran PKn, kegiatan bercocok tanam di kebun sekolah bisa mengajarkan anak-anak soal bergotong royong.

Elli mengatakan, ide memanfaatkan kebun sekolah sebagai media pembelajaran datang setelah pandemi Covid-19. Elli melihat para muridnya tampak sulit terlepas dari gawai setelah pandemi melanda.

"Kami buat kegiatan alam dan itu membuat anak merasa senang, atensi anak jadi tidak ke gawai melulu," ujar Elli.

Saat ini, tiap kelas di SMPN 1 Sekolaq Darat memiliki petak kebun sendiri. Di petak kebun ini, para murid bekerja sama untuk menanam dan merawat berbagai jenis tanaman, mulai dari seledri, terong, jagung, kangkung, singkong, pepaya, pisang, jeruk sonkis, rambutan, hingga jambu air.

Sayur dan buah yang dihasilkan melalui kegiatan bercocok tanam ini lalu dijual ke pengepul. Tak jarang, sayur dan buah ini dibeli oleh orang tua siswa karena memiliki kondisi yang segar dan harga yang jauh lebih murah dari pasaran.

Hasil penjualan sayur dan buah ini lalu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan para murid. Belum lama ini, Elli mengungkapkan bahwa hasil penjualan sayur dan buah mereka mencapai sekitar Rp 9 juta.

Selain dapat menjadi media pembelajaran yang seru dan dapat menumbuhkan sikap bertanggung jawab serta kompetitif yang sehat, Elli mengatakan aktivitas bercocok tanam ini bisa menjadi sebuah bentuk sedekah yang diberikan oleh para murid kepada bumi dan orang-orang di sekitar mereka.

Alasannya, tanaman yang mereka rawat akan menghasilkan oksigen yang nantinya dihirup oleh banyak orang. Hal ini, lanjut Elli, mengajarkan bahwa selalu ada jalan untuk berbagi meski tak dalam bentuk materiil.

"Kita tidak harus kaya untuk bisa bersedekah," ujar Elli.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler