Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Hasil Putusan Sidang Terdakwa Tragedi Kanjuruhan
Daniel mengatakan, pihaknya sejak awal telah mencurigai proses hukum kasus tersebut.
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institute dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras atas hasil putusan sidang Tragedi Kanjuruhan kepada lima terdakwa. Adapun kelima terdakwa tersebut antara lain AKP Has Darmawan (Danki III Brimob Polda Jawa Timur), Kompol Wahyu Setyo Pranoto (Kabag Ops Polres Malang), AKP Bambang Sidik Achmadi (Kasat Samapta Polres Malang), Abdul Haris (Ketua Panpel Pertandingan Arema FC), dan Suko Sutrisno (Security Officer).
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, Daniel Siagian menilai, vonis tersebut jauh dari harapan keluarga korban. Pasalnya, mereka menginginkan para terdakwa dapat diputus pidana berat dan adil. "Dan menginginkan para terdakwa dapat mengungkap aktor high level di balik tragedi ini," katanya.
Daniel mengatakan, pihaknya sejak awal telah mencurigai proses hukum kasus tersebut. Sebab, aparat kepolisian dan pengadilan tampak tidak secara sungguh-sungguh mengungkap kasus ini. Pihaknya menduga proses hukum ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran dan melindungi pelaku kejahatan dalam Tragedi Kanjuruhan.
Selain itu, pihaknya juga turut melihat bahwa proses persidangan tersebut merupakan bagian dari proses peradilan yang sesat. Dugaan ini turut didorong dengan berbagai keganjilan selama persidangan yang kami temukan. Salah satunya, yakni pelaku yang diproses secara hukum hanyalah aktor lapangan.
Di samping, adanya keterbatasan akses terhadap pengunjung atau pemantau persidangan di awal-awal sidang. Kemudian terdakwa sempat hanya dihadirkan secara daring dan diterimanya anggota Polri sebagai penasehat hukum dalam persidangan. Situasi tersebut jelas dapat menimbulkan konflik kepentingan.
Keganjilan berikutnya, yakni hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) cenderung pasif dalam menggali kebenaran materil. Lalu minimnya keterlibatan saksi korban dan keluarga korban sebagai saksi dalam persidangan. Sementara itu, komposisi saksi didominasi oleh aparat kepolisian.
Selain itu, terdapat intimidasi anggota Polri dengan membuat kegaduhan dalam proses persidangan. Kemudian adanya pengaburan fakta penembakan gas air mata ke bagian tribun penonton. "Hingga peristiwa kekerasan dan penderitaan suporter baik di dalam maupun di luar stadion yang tidak diungkap secara utuh," jelasnya.
Koalisi menilai persidangan ini telah menunjukan potret penegakan hukum di Indonesia tidak benar-benar berpihak kepada korban dan keluarga korban kejahatan. Dijatuhkannya vonis yang jauh dari rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban telah menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia.
Selain itu, proses peradilan ini juga terbukti akan memalukan Indonesia di mata dunia Internasional. Sebab, ini telah menunjukan potret buruk dan hancurnya negara hukum Indonesia. "Karena hukum dipermainkan sedemikian rupa," katanya.
Berdasarkan hal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Kapolri untuk memastikan proses hukum berjalan dengan baik, transparan dan independen. Dirkrimum Polda Jatim juga didesak melakukan penyelidikan dan penyidikan kembali untuk menemukan tersangka baru. Hal ini khususnya bagi pelaku penembakan gas air mata.
Pihaknya juga mendesak Komnas HAM RI menetapkan Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat. Lalu mendorong Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung memeriksa Majelis Hakim yang mengadili perkara Tragedi Kanjuruhan atas dugaan pelanggaran kode etik.