Perang Badar, Momen Bersejarah Islam Selama Ramadhan
Ini menjadi perang pertama antara Muslim dan kafir Quraisy setelah hijrah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perang Badar, yang terjadi pada 17 Ramadhan 2 Hijriyah merupakan salah satu momen bersejarah di awal era Islam. Ini menjadi perang pertama antara Muslim dan kafir Quraisy setelah hijrah ke Madinah.
Badar sendiri merupakan nama sebuah tempat di antara Makkah dan Madinah, yang mana memiliki mata air. Tempat ini menjadi titik pemberhentian bagi siapapun yang akan bepergian antara Makkah, Madinah dan Jeddah.
Dari Madinah, lokasi ini jaraknya sekitar 148 kilometer. Dalam beberapa literasi, disebut jumlah pasukan yang dibawa ke lokasi tersebut sebanyak 350, sementara yang lain menyebut 313 prajurit. Mereka semua berangkat dalam kondisi tengah menjalankan puasa Ramadhan.
Meski terdapat perbedaan perhitungan jumlah pasukan yang dikerahkan oleh umat Muslim, angka tersebut tetap jauh jika dibandingkan dari kaum kafir Quraisy. Di pihak musuh, mereka menyiapkan sekitar seribu pasukan yang siap melawan pasukan umat Islam.
Tidak hanya itu, pasukan Muslim hanya memiliki dua ekor kuda perang dan 30 hingga 40 ekor unta. Kaum kafir Quraisy di sisi lain memiliki 200 ekor kuda perang.
Kondisi ini sungguh tidak seimbang. Belum lagi setiap prajurit musyrik membawa perlengkapan yang sangat lengkap, berbanding terbalik dengan prajurit Muslim.
Cendekiawan Muslim asal Turki Muhammad Fethullah Gulen dalam bukunya berjudul Cahaya Abadi Muhammad SAW Kebanggaan Umat Manusia, pasukan Muslim semula bergerak dengan tujuan mengintimidasi kafilah Quraisy.
Menurut dia, salah satu alasan perang Badar ini terjadi karena banyak kaum Muslim kehilangan hartanya. Harta yang mereka miliki telah dirampas oleh orang-orang kafir Makkah.
Ketika Rasulullah dan pengikutnya hijrah, mereka hanya membawa sedikit harta yang ada dan meninggalkan sisanya di Makkah. Namun, harta ini lantas dirampas oleh kaum kafir Quraisy dan diperdagangkan kembali.
Meski kalah dari segi jumlah, namun Nabi Muhammad dan pasukan Muslim berhasil memenangkan perang tersebut. Pakar Tafsir Alquran KH Ahsin Sakho menyebut dalam peristiwa itu Rasulullah mencontohkan upaya lahiriah harus dilakukan beriringan dengan batiniah.
Nabi telah menyiapkan sejumlah strategi, meski jumlah mereka jauh di bawah jika dibandingkan pihak musuh. Salah satunya adalah siasat merintangi sumber air bala tentara Quraisy sebelum pertempuran dimulai. Dengan cara ini, mereka akan mudah kehausan.
Tidak hanya itu, Rasulullah juga terus berdoa dan memohon keridhaan Allah SWT. Malam hari sebelum perang terjadi, Nabi Muhammad terus berdoa di dalam tenda miliknya.
Meski jumlah Muslim yang berperang sedikit, namun iman dan keyakinan pada Allah SWT membuat mereka kuat dan berani. Dalam konteks saat ini, Kiai Ahsin Sakho mengajak Muslim berpikir bagaimana menyatukan dunia Islam.
"Sebab, saat Perang Badar pun hanya persatuan dan keyakinan kepada Allah Ta'ala yang bisa mengalahkan kaum musyrikin," ucap dia.