Ketua Bawaslu Curhat Anggaran Belum Cair Penuh, Pengawasan Terancam Terganggu
Keterbatasan dana dikhawatirkan bisa buat kerja pengawasan dan edukasi terganggu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, mengeluhkan soal anggaran lembaganya yang belum dicairkan sepenuhnya oleh Pemerintah. Dia khawatir, keterbatasan dana bisa membuat kerja-kerja pengawasan dan edukasi menjadi terganggu.
Bagja menjelaskan, hingga saat ini Pemerintah baru mencairkan anggaran Bawaslu RI sebanyak 60 persen dari total anggaran Rp 13 triliun. Jadi, baru sekitar Rp 7 triliun yang dicairkan.
Dengan dana Rp 7 triliun itu, kata Bagja, Bawaslu hanya bisa membayar gaji panitia pengawas ad hoc hingga bulan Oktober 2023.
Ketiadaan panitia pengawas tentu akan jadi permasalahan besar saat tahapan pemilu tengah bergulir. Apalagi, masa kampanye peserta pemilu sudah dimulai pada bulan November 2023.
Bagja menambahkan, keterbatasan anggaran juga menghambat tugas Bawaslu dalam melakukan advokasi dan edukasi terkait prinsip-prinsip, etika, dan kualitas pemilu. Padahal, Bawaslu berperan sebagai agen sosialisasi agar masyarakat memahami pentingnya memilih, juga memilih dengan benar.
"Inilah yang kami sesalkan jika anggaran tidak ada. Kami akan menjalankan proses ini (advokasi dan edukasi) jika anggarannya ada," kata Bagja dalam seminar nasional MKD DPR RI bertajuk 'Menyongsong Kontestasi Demokrasi; Mencari Wakil Rakyat yang Bervisi, Bernurani, dan Berparadigma Etis' di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Bagja menegaskan, semua kegiatan Bawaslu hanya bisa terselenggara apabila ada dana atau logistiknya. "Aksi tanpa logistik sama dengan anarki. Jadi kalau punya aksi, tapi tidak punya logistik, masalah besar. Ini akan jadi masalah juga buat kami," ujarnya.
Menurut Bagja, masih kurangnya pencairan anggaran ini adalah masalah besar. Dia pun berharap pemerintah segera mencairkan 40 persen sisa anggaran Bawaslu.