11 Desa di Lombok Masuki Tahap Pendampingan Sadar Wisata 5.0
11 desa wisata ini mengikuti Biannual Tourism Forum yang digelar Kemenparekraf
REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK -- Setelah tahapan Sosialisasi, Pelatihan, serta Pembuatan Proposal, 11 desa wisata di Lombok yang menjadi sasaran Program Kampanye Sadar Wisata 5.0 pada tahun 2022 lalu, kini bersiap memasuki tahap berikutnya yakni Pendampingan.
11 desa wisata ini mengikuti Biannual Tourism Forum yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) pada 14-15 Maret 2023) untuk memaparkan program pengembangan pariwisata yang akan dilaksanakan di desa masing-masing. Desa Wisata berasal dari 4 wilayah, yakni Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, serta Lombok Barat.
Dari Lombok Barat, Yani Aji Sujana, perwakilan Desa Sekotong Barat menuturkan, meski masih merupakan desa rintisan, namun warga dan pelaku pariwisata bertekad menjalin kerja sama untuk mengembangkan pariwisata. Di antaranya, karena desa merupakan penghasil emas, perak, dan mutiara; maka akan lebih didorong agar bernilai jual.
“Untuk daya tarik agar wisata datang, ada sport diving dan snorkeling di 3 gili. Selain itu, kami akan mengembangkan UMKM oleh-oleh khas dari limbah kulit kerang. Yang paling unik, terdapat daya tarik wisata yang dikemas dengan pendekatan story telling yang dapat dijual sebagai penutup paket wisata ke 3 Gili tersebut,” tuturnya.
Sedangkan Malik Abdul Aziz dari Desa Kuta Mandalika, Lombok Tengah menyampaikan sebagai program jangka pendek, pihaknya akan mengoptimalisasi digital marketing sebagai sarana promosi wisata.
“Untuk jangka panjang yaitu Kampoeng Nelayan di Pantai Benjon dengan pasir menyerupai merica dan pepohonan di tepi pantai sebagai USP (unique selling point). Tentu kami akan menggandeng para travel agent di sana,” paparnya seraya menambahkan penjelasan tentang hasil laut, yang berpotensi dipasarkan sebagai aset occasional tourism, yakni kuliner bulu babi yang hanya bisa didapatkan pada musim-musim tertentu.
Mewakili Desa Gili Indah, Lombok Utara, Safri Mutahid menuturkan, meski pulau-pulau di Desa Gili Indah sudah cukup dikenal sebagai destinasi wisata, khusus untuk Program Sadar Wisata 5.0 mereka mencetuskan konsep yang berbeda yaitu eco wisata berwawasan lingkungan berbasis masyarakat.
Sebagai satu-satunya desa dari Lombok Timur, perwakilan Desa Jerowaru, Lukman Nurhakim memaparkan potensi wisata Bale Mangrove. “Di Bale Mangrove kita tidak hanya melakukan penanaman, ada pula galeri pembibitan dan pengolahan mangrove menjadi kopi. Paling penting adanya pohon mangrove berusia ratusan tahun. Diadakan juga Festival Bale Mangrove setiap tahun yang dikemas dengan nilai-nilai edukasi karena fokus kita bukan pada profit melainkan bagaimana menjaga hutan mangrove,” ujarnya.
Lukman menjelaskan, sebagai dampak dari kegiatan Sosialisasi dan Pelatihan Sadar Wisata, pihaknya juga telah melakukan kolaborasi dengan desa-desa sekitar untuk menyusun paket wisata.
“Ada paket wisata Teluk Jukung, dengan 15 desa tergabung dalam kawasan itu,” kata dia.
Kolaborasi menjadi kata kunci yang selalu digaungkan oleh Menparekraf/Kabaparekraf Sandiaga Salahuddin Uno dalam pengembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Diadakannya Biannual Tourism Forum (BTF) sebagai forum yang mempertemukan penggerak desa wisata dengan para stakeholder atau pemangku kepentingan pun sejalan dengan hal tersebut.
Selaras dengan itu, pada kesempatan terpisah, Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenparekraf/Baparekraf, Martini M. Paham mengajak desa-desa yang telah terpilih supaya memanfaatkan dan memaksimalkan kesempatan dengan baik, sehingga program menjadi tepat sasaran dan tepat manfaat.
Wanita yang akrab disapa Diah ini mengatakan, pariwisata adalah industri yang pertama kali terpuruk karena pandemi Covid-19, dan saat ini sektor pariwisata tengah bangkit kembali.
“Kita harus bangkit bersama, lebih cepat, lebih kuat dengan mengedepankan adaptasi, inovasi dan kolaborasi,” tuturnya.
Penyelenggaraan BTF di Lombok kali ini, menghadirkan para stakeholder yang berasal dari Platform Wisata dan Gaya Hidup - Traveloka, Asosiasi Travel Agent Indonesia, PT. PLN, PT. WIKA, PT. Langit Biru Pertiwi, PT. Bank NTB Syariah, PT. Giri Menang Mas, Poltekpar Lombok, Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas Kab. Lombok, praktisi pariwisata dari Desa Wisata Pujon Kidul, Jawa Tengah, serta Kepala Dinas Pariwisata dari setiap kabupaten di Lombok.
Sementara itu, Direktur Pengembangan SDM Pariwisata Kemenparekraf/Baparekraf, Florida Pardosi yang hadir langsung pada acara tersebut menekankan kembali pentingnya membangun kolaborasi seluruh unsur pentahelix dalam ekosistem pengembangan desa wisata.
“Pada pertemuan ini, kami sampaikan kepada para stakeholder bahwa kami tidak mampu melakukan (pengembangan seluruh desa wisata) sendirian, kami butuh kita sama-sama bekerja supaya bisa membantu menjadikan desa wisata sebagai destinasi yang bisa ditawarkan Indonesia. Melalui program Kampanye Sadar Wisata 5.0 kami optimistis, warga mampu mengembangkan potensi desa wisata bahkan melahirkan para agent of change (agen perubahan) yang akan menjaga keberlanjutan pengembangan pariwisata di desa, juga kelembagaan desa yang kami butuhkan untuk mengawal,” jelas Florida.
Mengakhiri acara Biannual Tourism Forum di Lombok, para Kepala Desa dan Local Champion dari 11 Desa Wisata menandatangani komitmen bersama untuk menyukseskan pelaksanaan program pengembangan desa yang dijalankan melalui program Kampanye Sadar Wisata 5.0.
Saat ini program Kampanye Sadar Wisata 5.0 yang telah memasuki tahun kedua, diselenggarakan dalam Program Pembangunan Pariwisata Terintegrasi dan Berkelanjutan (P3TB) di 6 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) di Indonesia, meliputi Danau Toba, Borobudur Yogyakarta Prambanan, Bromo Tengger Semeru, Lombok, Labuan Bajo dan Wakatobi.
Terdapat 6 tahapan kegiatan dalam Program Kampanye Sadar Wisata 5.0 mulai dari Sosialisasi Sadar Wisata, Pelatihan, Penyusunan Proposal, Pendampingan, Penilaian dan Apresiasi bagi pelaku wisata