Mantan PM Israel Desak Para Pemimpin Dunia Boikot Netanyahu

Netanyahu didorong melakukan perubahan besar-besaran di pengadilan Israel.

AP Photo/Ohad Zwigenberg
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjalan di Knesset, parlemen Israel, di Yerusalem, Rabu (15/3/2023). Mantan perdana menteri Israel Ehud Olmert meminta para pemimpin dunia untuk memboikot Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena mendorong perombakan yudisial.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Mantan perdana menteri Israel Ehud Olmert meminta para pemimpin dunia untuk memboikot Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena mendorong perombakan yudisial. Media Israel melaporkan, seruan langka untuk intervensi internasional dalam urusan Israel muncul ketika puluhan ribu warga Israel memprotes reformasi peradilan.

Baca Juga


Olmert menjabat sebagai perdana menteri Israel dari 2006-2009. Televisi Channel 12 melaporkan, Israel mendorong para pemimpin global untuk menolak bertemu dengan Netanyahu. Olmert juga mengimbau Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, yang dijadwalkan bertemu Netanyahu di London dalam beberapa minggu mendatang.

"Saya mendesak para pemimpin negara sahabat Israel untuk menahan diri dari pertemuan dengan perdana menteri Israel," desak Olmert, dilaporkan Middle East Monitor, Sabtu (18/3/2023).

Olmert mengatakan, sebagai mantan perdana menteri Israel dia menyadari seruannya cukup berpengaruh. Dia menegaskan bahwa seruan itu bersifat cukup mendesak karena situasi yang sedang berlangsung di Israel.

"Menurut saya, pemerintah Israel saat ini hanyalah anti-Israel. Mereka yang mendukung negara Israel harus menentang perdana menteri negara Israel," kata Olmert.

Presiden Israel Isaac Herzog pada Rabu (15/3/2023) meluncurkan proposal alternatif sebagai tanggapan atas perombakan peradilan yang direncanakan oleh koalisi sayap kanan Israel. Tetapi Netanyahu menolak proposal baru tersebut.

"Bagian-bagian penting dari garis besar yang dia sajikan hanya melanggengkan situasi yang ada dan tidak memberikan keseimbangan yang dibutuhkan oleh otoritas Israel. Ini adalah kebenaran yang disayangkan," tulis Netanyahu di Twitter.  

 

Dorongan oleh pemerintah sayap kanan Netanyahu untuk memberlakukan perubahan besar-besaran di pengadilan Israel telah memicu kegemparan domestik, dan kekhawatiran di antara sekutu Barat. Jika proposal awal reformasi peradilan disahkan, berarti pemerintah lebih berpengaruh dalam memilih hakim dan membatasi kekuasaan Mahkamah Agung untuk membatalkan undang-undang.

Satu hal utama yang diperdebatkan dalam perombakan sistem peradilan itu adalah amandemen cara pemilihan hakim. Menteri Kehakiman Yariv Levin mengatakan, langkah-langkah yang diusulkan koalisi akan mengubah cara penunjukkan hakim dengan memberikan kewenangan kepada Knesset untuk melakukan lebih banyak pengawasan. Sementara pemerintah lebih berkuasa atas komite yang memilih mereka.

Herzog mengusulkan rencana alternatif yang akan menunjuk panitia seleksi termasuk tiga menteri, presiden pengadilan tinggi, dua hakim dan dua pegawai negeri yang akan disetujui oleh presiden mahkamah agung dan menteri kehakiman. Herzog memperingatkan, Israel berada di titik balik dan dia telah terlibat dalam upaya mediasi dengan banyak pihak selama berminggu-minggu.

"Perang saudara adalah garis merah. Saya tidak akan membiarkan itu terjadi dengan biaya berapa pun atau dengan cara apa pun. Israel berada di kedalaman krisis nyata, tetapi juga di depan peluang besar dan di persimpangan jalan. Kebanyakan orang Israel menginginkan rencana yang akan membawa keadilan dan perdamaian," kata Herzog.

Sekretaris pemerintah Yossi Fuchs mengonfirmasi bahwa, koalisi pemerintahan Netanyahu tidak mendukung rencana presiden. "Rencana presiden adalah sepihak dan belum disetujui oleh anggota koalisi mana pun," kata Fuchs.

Presiden Herzog telah melakukan pembicaraan dalam beberapa pekan terakhir dalam upaya menengahi kompromi antara anggota koalisi dan mereka yang menentang perubahan yudisial. Tetapi Herzog belum mengonfirmasi bahwa dia mendapat dukungan untuk rencana tersebut dari para legislator. 

 

Reformasi peradilan yang diusung Netanyahu telah menuai kritik di dalam negeri maupun luar negeri. Ribuan orang Israel dan aktivis melakukan aksi protes untuk menentang reformasi tersebut. Ratusan pengunjuk rasa tiba di bandara dalam upaya untuk menghadang keberangkatan Netanyahu ke Berlin pada Rabu (15/3/2023). 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler