Dilema Secangkir Kopi, Sepotong Kue, dan Konsekuensinya
Dilema Secangkir Kopi, Sepotong Kue, dan Konsekuensinya
Dia: "Kau mau secangkir kopi hangat atau sepotong kue kesukaanmu?"
Aku: "Dua-duanya."
Dia: "Tak bisa. Pilih satu saja."
Aku: "Kenapa? Aku suka dua-duanya. Aku mau keduanya."
Dia: "Kalau kau ambil dua-duanya, kau tak akan dapat apa-apa."
Aku: "Kenapa kau tega membuat pilihan seperti itu? Kopi dan kue saling melengkapi. Tanpa kue, pahitnya kopi tak ada yang mengurangi. Tanpa kopi, manisnya kue yang masih tersisa di kerongkongan tak ada yang menyeimbangi."
Dia: "Pilih satu saja, supaya kau belajar."
Aku: "Apa yang bisa aku pelajari dari merasakan ketaklengkapan rasa yang mestinya saling meleburi?"
Dia: "Agar kau bisa belajar menabahi pahitnya kopi sampai tandas tak bersisa. Menerima dengan perlahan manisnya kue sampai habis, mencari cara bagaimana agar kau tak cepat merasa mual dengan kue itu sendiri."
Aku: "Jadi, aku harus bisa bertahan dengan secangkir kopi saja atau kue saja? Atau tidak keduanya?
Dia: "Betul. Jadi kau pilih apa?"
Aku: "Aku akan pilih pilihan yang ketiga: tidak keduanya. Mungkin akan ada yang lebih banyak bisa dipelajari dan dimaknai jika aku bisa bersabar dan bertahan untuk tidak merasakan keduanya."
Dia: "Mmhhh.... baiklah." (Menghela napas panjang). "Salah satunya adalah, kini aku yang harus belajar tabah karena pilihanmu itu: tak bisa menyediakan keduanya. Aku kecewa. Tapi, aku akan bersabar. Terima kasih."