Tujuan DPR Bentuk Pansus Transaksi Mencurigakan di Kemenkeu untuk Hindari Kegaduhan

Komisi III DPR tak ingin ada isu dan fitnah mengiringi temuan transaksi mencurigakan.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni usai rapat dengar pendapat dengan PPATK di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/3).
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR akan menggelar rapat dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pada 29 Maret mendatang. Seusai rapat tersebut, akan difinalisasi pembentukan panitia khusus (Pansus) terkait temuan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 349 triliun.

Baca Juga


"Pansus dibuat agar lebih spesifik sebenarnya, kita tidak mau ada kegaduhan dibuat apakah ada unsur udang di balik bakwan? Atau memang ada kaitannya kegaduhan ini untuk menonjolkan seseorang atau bisa menjatuhkan seseorang kan," ujar Sahroni setelah rapat dengar pendapat (RDP) dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Selasa (21/3/2023).

Komisi III tak ingin hadirnya isu dan fitnah yang mengiringi temuan transaksi mencurigakan tersebut. Sebab, hal tersebut justru akan mengesampingkan pengungkapan dugaan tindak pidana pencucian uang di Kemenkeu.

"Jangan sampai informasi tersebar, tapi tidak ada penyelesaiannya. Nah ini tadi saya minta ke Pak Ivan (Kepala PPATK), untuk informasi ini harus ada," ujar Sahroni.

Adapun dalam RDP dengan PPATK, terdapat indikasi tindak pidana pencucian uang yang tidak sepenuhnya berasal dari Kemenkeu. Namun ada indikasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

"Kita selesaikan apakah informasi yang buat gaduh ini bisa diselesaikan dengan segera atau ada penyelesaian sampai terdalam. Misalnya lampiran itu sampai ke penegak hukum, yaitu KPK, kejaksaan atau kepolisian, nah ini harus jelas," ujar politikus Partai Nasdem itu.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, telah menyerahkan laporan hasil analisis (LHA) kepada Kemenkeu. Laporan yang diberikan adalah hasil analisis dari 2009 sampai 2023.

"Memang kita tidak bisa mengatakan 100 persen ini ditindaklanjuti, makanya koordinasi terus dilakukan. Kemarin juga ditanyakan, terkait dengan apakah semua sudah ditindaklanjuti? Kami bisa jawab, belum semua ditindaklanjuti," ujar Ivan dalam RDP.

Jelasnya, dalam laporan tersebut terdapat pula nama Gayus Halomoan Partahanan Tambunan (GHPT). Sebab, laporan itu merupakan daftar yang dikumpulkan sejak 2009 yang terkumpul dalam 300 hasil analisis.

"Ada yang masih dalam tahap penelaahan, ada yang sudah sampai finish, misalnya sudah dipecat, sudah dihukum, sudah ada P21, sudah dilakukan mutasi, dan segala macem. Ada yang sudah selesai di dalamnya di situ, ada yang namanya GHTP Gayus, itu sudah selesai, udah dihukum dan segala macam," ujar Ivan.

"Karena data ini merupakan log book adalah merupakan list dari sebuah data yang pernah kami sampaikan, ya kami sampaikan sebagai logbook, tidak kami hapus di kami," sambungnya.

 

Kontroversi transaksi janggal Rp 300 triliun - (Republika/berbagai sumber)

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler