Teknologi Kecerdasan Buatan Diprediksi Bisa Ubah Dunia, Bagaimana Caranya?

Teknologi ini juga dapat mengancam pekerjaan dan menimbulkan masalah sosial.

Unsplash
Kemampuan kecerdasan buatan (AI) kini memunculkan pertanyaan sekaligus kekhawatiran./ilustrasi
Red: Natalia Endah Hapsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Munculnya kecerdasan buatan (AI) dinilai akan membawa perubahan yang berkali lipat lebih besar dibandingkan perubahan yang dirasakan ketika ditemukannya listrik dan internet. Namun, apakah kita sudah siap?

Baca Juga


AGI, didefinisikan sebagai kecerdasan buatan dengan kemampuan kognitif manusia, dan bukan kecerdasan buatan yang lebih sempit, seperti ChatGPT yang menjadi berita utama. Teknologi ini dapat membebaskan manusia dari tugas-tugas yang membosankan dan mengantarkan pada era baru kreativitas.

Namun, pergeseran paradigma yang bersejarah ini juga dapat mengancam pekerjaan dan menimbulkan masalah sosial yang tidak dapat diatasi. Menurut kepala eksekutif perusahaan rintisan Runway di AS, Siqi Chen, AI akan membuat perubahan terbesar yang pernah ada dalam sejarah. 

"Dan perubahan yang menarik dan menakutkan ini ibarat pisau bermata dua. Kita bayangkan AGI bisa dimanfaatkan untuk mengatasi perubahan iklim, misalnya, tetapi juga AGI akan dimanfaatkan untuk lebih banyak hal," jelas Chen seperti dilansir dari Japan Today, Rabu (22/3/2023).

Perilisan ChatGPT akhir tahun lalulah yang membawa ide AGI yang telah lama diimpikan menjadi satu lompatan besar menuju kenyataan. OpenAI, perusahaan di balik perangkat lunak generatif yang menghasilkan esai, puisi, dan kode komputasi berdasarkan perintah, minggu lalu merilis versi yang lebih kuat dari teknologi yang mengoperasikannya, GPT-4.

Dikatakan bahwa teknologi ini tidak hanya dapat memproses teks tapi juga gambar, dan menghasilkan konten yang lebih kompleks seperti pengaduan hukum atau video game. Dengan demikian, teknologi ini menunjukkan kinerja tingkat manusia pada beberapa tolok ukur.

Keberhasilan OpenAI, yang didukung oleh Microsoft, telah memicu persaingan karena raksasa teknologi berusaha untuk mendorong alat AI generatif mereka ke tingkat lanjutan, meskipun mereka tetap waspada terhadap chatbot yang keluar dari jalur.

Saat ini, asisten digital yang menggunakan AI dari Microsoft dan Google sudah bisa menjadi notulen, menyusun email, membuat situs web, membuat kampanye iklan, dan banyak lagi. Semua itu memberikan kita gambaran sekilas tentang kemampuan AGI di masa depan.

Kecerdasan buatan juga dapat memangkas biaya, menurut beberapa pihak. Arsitek asal Inggris, Joe Perkins, membuat cicitan bahwa dia menggunakan GPT-4 untuk proyek pengkodean, yang menurut seorang pengembang biaya pengkodean akan menghabiskan biaya 6.000 dolar AS dan memakan waktu dua minggu.

"Tapi dengan GPT-4 bisa menghasilkan hal yang sama dalam 3 jam, dengan biaya 0,11 dolar AS. Benar-benar membingungkan," kata dia.

Hal ini pada akhirnya menimbulkan pertanyaan tentang ancaman terhadap pekerjaan manusia. Chen mengakui bahwa suatu hari nanti teknologi ini dapat membangun sebuah startup seperti miliknya - atau versi yang lebih baik lagi.

"Bagaimana saya bisa mencari nafkah dan tidak menjadi tunawisma?" tanyanya, seraya menambahkan bahwa ia berharap ada solusi yang muncul.

Kecerdasan buatan yang ada di mana-mana juga menimbulkan tanda tanya atas keaslian kreatif karena lagu, gambar, seni, dan lainnya dibuat oleh perangkat lunak, bukan oleh manusia. Di sisi lain, manusia juga mungkin saja menghindari sekolah atau pendidikan, dan lebih mengandalkan perangkat lunak untuk berpikir. "AGI mungkin datang lebih cepat daripada yang bisa kita proses. Teknologi ini menimbulkan pertanyaam eksistensial bagi umat manusia," kata Sharon Zhou, salah satu pendiri perusahaan AI generatif.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler