Masjid Cagar Budaya Disulap Jadi Minimarket, Ini Penjelasan Pemkot Bandung
Disbudpar Kota Bandung menjelaskan perubahan masjid cagar budaya menjadi minimarket.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Persoalan sengketa situs cagar budaya di kawasan Cihampelas, Kota Bandung, seolah tak memiliki ujung. Selasa (21/3/2023) kemarin, sejumlah warga melakukan aksi untuk memprotes pembongkaran cagar budaya yang kini telah disulap menjadi minimarket.
Para demonstran menuntut agar cagar budaya dinamakan Masjid Nurul Ikhlas itu agar dapat dibangun kembali seperti semula. Jika merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cagar Budaya, bangunan itu masuk dalam cagar budaya golongan C, atau bangunan yang berusia paling sedikit 50 tahun.
Kepada Bidang Kajian Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Deni Kurniadi menjelaskan, dari 1.770 cagar budaya di Kota Bandung terdapat tiga golongan, yaitu golongan A,B dan C.
Bangunan cagar budaya golongan A dan B merupakan bangunan yang tidak boleh diubah struktur bangunannya, sedangkan golongan C masih bisa dirubah fungsinya.
Namun, perubahan atau perobohan bangunan cagar budaya harus berlandaskan izin dari Disbudpar dan Dinas Ciptabintar selaku pengawas situs cagar budaya Kota Bandung, tegasnya.
Berdasarkan UU Nomor 11 tahun 2010 juga diterangkan bahwa setiap pemilik atau pengelola cagar budaya yang melakukan perombakan atau perubahan struktur bangunan tanpa izin akan dikenakan sanksi, mulai dari hukuman pidana, denda, dan kewajiban untuk mengembalikan struktur bangunan cagar budaya seperti sediakala.
“Jika pemilik ingin menjual atau menyewakan itu dipersilakan, tapi bangunan cagar budayanya harus tetap dipertahankan, jadi sebelum ada perubahan struktur bangunan, mereka harus mendapatkan izin dari dinas ciptabintar, misalkan bangunan diperluas untuk dijadikan cafe itu diperbolehkan dengan syarat struktur bangunan cagar budaya yang asli tidak dihilangkan, dan itu harus berdasarkan rekomendasi tim ahli cagar budaya,” paparnya.
Adapun bangunan cagar budaya di Cihampelas yang hingga saat ini masih disengketakan, Deni menegaskan bahwa Disbudpar hanya fokus pada nasib bangunan cagar budaya yang telah dihancurkan.
Terkait fungsi awal bangunan, yang diklaim merupakan rumah dinas pegawai PT KAI lalu dialihfungsi menjadi masjid, bukan menjadi urusan Disbudpar," katanya menegaskan.
“Saat pembuatan Perda pada 2018, bangunan itu sudah difungsikan sebagai masjid, makanya kami mencantumkan bangunan eksistingnya yaitu masjid. Lalu karena setiap pembongkaran cagar budaya itu harus berdasar izin pemerintah, sementara itu untuk Cihampelas kita tidak memberikan rekomendasi, karena pengajuan pun tidak ada, izin pun tidak ada,” katanya.
Dia juga mengaku, telah menempuh upaya untuk menindaklanjuti persoalan pembongkaran cagar budaya ini, seperti pengajuan penyelidikan ke Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Kemendikbud.
Dia menambahkan, saat ini tim Penyelidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Cagar Budaya dan Polisi Khusus Cagar Budaya juga telah melakukan penyelidikan dan Pemerintah Kota Bandung hanya perlu menunggu hasil dari penyelidikan tersebut.
“Kalau misal hasil penyelidikan itu mengandung unsur pidana maka akan dipidana, tapi kalau hasil penyelidikan itu ch harus dikembalikan ke bentuk semula ya harus dikembalikan, kita tinggal tunggu saja hasilnya,” ujar dia.