Gunung Anak Krakatau Kembali Erupsi, Lontarkan Abu Setinggi 1 Kilometer
Meski demikian, tidak terdengar dentuman dari Anak Krakatau.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merekam aktivitas erupsi yang terjadi pada Gunung Anak Krakatau yang terletak di perairan Selat Sunda, Provinsi Lampung. Petugas Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau Deny Mardiono mengatakan, erupsi itu terjadi pada Selasa (28/3/2023) malam pukul 19.35 WIB, dengan tinggi kolom abu lebih kurang 1 kilometer di atas puncak gunung api tersebut.
"Kolom abu teramati berwarna kelabu hingga hitam dengan intensitas tebal condong ke arah barat. Erupsi itu terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 72 milimeter dan durasi lebih kurang 33 detik," katanya dalam laporan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Meski erupsi itu melontarkan abu cukup tinggi, namun tidak terdengar suara dentuman yang keluar dari Gunung Anak Krakatau. PVMBG menyatakan Gunung Anak Krakatau berada pada status level III atau siaga dengan rekomendasi masyarakat agar tidak mendekati gunung api tersebut atau beraktivitas dalam radius 5 kilometer dari kawah aktif.
Sepanjang Selasa (28/3) ini, Gunung Anak Krakatau telah mengalami erupsi sebanyak empat kali, yakni erupsi pada pukul 07:43 WIB dengan tinggi kolom abu teramati lebih kurang 2 kilometer, lalu erupsi pada pukul 12:21 WIB dengan tinggi kolom abu lebih kurang, 2,5 kilometer, kemudian erupsi pada pukul 15:13 WIB dengan tinggi kolom abu lebih kurang 1,5 kilometer, dan erupsi yang terjadi malam ini pada pukul 19.35 dengan tinggi kolom abu lebih kurang 1 kilometer.
Gunung Anak Krakatau terletak di dalam Kaldera Krakatau yang terbentuk pada letusan paroksimal kedua pada tahun 1883 silam. Catatan sejarah kegiatan vulkanik Gunung Anak Krakatau sejak lahirnya 11 Juni 1930 hingga 2000, telah mengadakan erupsi lebih dari 100 kali baik bersifat eksplosif maupun efusif.
Dari sejumlah letusan tersebut, umumnya titik letusan selalu berpindah-pindah di sekitar tubuh kerucutnya. Waktu istirahat berkisar antara satu sampai delapan tahun dan umumnya terjadi empat tahun sekali berupa letusan abu dan leleran lava.