Hal-Hal yang Memberatkan Teddy Minahasa Sehingga Dituntut Hukuman Mati

Tidak ada hal meringankan dalam tuntutan jaksa terhadap Teddy Minahasa.

Republika/Putra M. Akbar
Mantan Kapolda Sumatra Barat Irjen Pol Teddy Minahasa berbincang dengan kuasa hukumnya usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Teddy Minahasa dengan hukuman mati terkait kasus memperjualbelikan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu sitaan seberat lima kilogram.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Yusuf 

Baca Juga


Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Polisi Teddy Minahasa dengan hukuman mati. Menurut jaksa Wahyudi yang membacakan tuntutan, setidaknya ada delapan perbuatan yang memberatkan Teddy Minahasa dalam perkara penjualan barang bukti narkotika jenis sabu di Polres Bukittinggi, Sumatera Barat.

Pertama Teddy Minahasa telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu. Kedua Teddy merupakan anggota polri dengan jabatan Kapolda Provinsi Sumatera Barat.

Wahyudi mengatakan, seharusnya, Teddy sebagai seorang penegak hukum dengan jabatan Kapolda menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap narkotika. Teddy justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika. 

"Sehingga sangat kontradiksi dengan tugas dan tanggung jawab sebagai Kapolda. Terdakwa tidak mencerminkan sebagai seorang aparat penegak hukum yang baik dan mengayomi masyarakat," kata Jaksa Wahyudi saat membacakan tuntutan untuk terdakwa Irjen Pol Teddy Minahasa, Kamis (29/3/2023).

Hal ketiga yang memberatkan, Teddy telah merusak kepercayaan publik kepada institusi polri yang anggotanya kurang lebih 400 ribu personel, keempat, perbuatan Teddy telah merusak nama baik institusi polri, kelima Teddy tidak mengakui perbuatannya, keenam Teddy menyangkal dari perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan.

Hal memberatkan ketujuh, perbuatan Teddy sebagai Kapolda telah mengkhianati perintah Presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika. Delapan, Teddy tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika

"Tidak ada hal-hal yang meringankan bagi terdakwa," katanya.

Dalam surat tuntutannya, jaksa Wahyudi menyampaikan, sejak 1971 Pemerintah Indonesia menganggap narkotika berpotensi menjadi masalah serius. Presiden pada saat itu menginstruksikan Kepala BAKIN menanggulangi enam masalah nasional, satu di antaranya yaitu narkotika. 

Pada 1997 Pemerintah dan DPR mengesahkan Undang Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Kemudian pada 2009 aturan tentang Penanggulangan Narkotika pun diperbaharui dengan mengesahkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 sebagai perubahan atas Undang Undang Nomor 22 Tahun 1997. 

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, BNN bertugas bersama-sama dengan Polri melawan Narkotika. Penyidik dari dua lembaga tersebut bertugas untuk menyelidiki, menyidik, memeriksa, menangkap, hingga melakukan penahanan terkait penyalahgunaan serta peredaran narkotika. 

Berdasarkan data di Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Bareskrim Polri menunjukkan, bahwa perkara narkotika menjadi kejahatan tertinggi kedua setelah pencurian dengan pemberatan. Narkotika, korupsi dan terorisme adalah jenis kejahatan extraordinary crime yang merupakan kejahatan terorganisir, lintas negara dan dapat menjadi ancaman serius karena dapat merusak sendi-sendi kehidupan suatu bangsa. 

Narkotika tidak hanya berdampak pada kesehatan penyalah guna. Tapi transaksi dan jaringan narkotika berkaitan dengan terorisme dan pencucian uang. Bahkan tindakan kriminal lain muncul akibat narkotika. 

Dengan demikian narkotika dapat menjadi penghambat pembangunan nasional yang beraspek material spiritual. Bahaya pemakaian narkotika sangat besar pengaruhnya terhadap negara, jika sampai terjadi pemakaian narkotika secara besar-besaran di masyarakat, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang sakit, apabila terjadi demikian negara akan rapuh dari dalam karena ketahanan nasional merosot. 

"Oleh karena itu perlu tindakan yang tegas," katanya.

 


 

Dalam persidangan yang digelar di PN Jakarta Barat pada hari ini, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut pidana hukuman mati terhadap Teddy Minahasa.JPU menilai Teddy terbukti melanggar Pasal 114 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo 55 ayat 1 ke 1KUHP.

"Menjatuhkan terhadap terdakwa Teddy Minahasa Bin H Abu Bakar dengan pidana mati dan tetap ditahan," kata Jaksa Wahyudi saat membacakan tuntutan.

Wahyudi memastikan, tuntutan pidana mati sudah memperhatikan ketentuan Undang-undang yang berlaku. Karena itu, JPU meminta supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa Teddy Minahasa bin Haji Abu Bakar telah terbukti meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana terut serta melakukan secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual menjadi perantara dalam jual beli menukar dan menyerahkan narkotika golongan 1 bukan tanaman yang beratnya lebih dari 5 gram. 

JPU mengutip pesan Presiden Joko Widodo terkait perang melawan orang yang menyalahgunakan narkotika. "Presiden Joko Widodo dalam memperingati hari Anti Narkotika Nasional Tahun 2022 bersuara tegas mengenai "Perang Melawan Narkotika," kata Jaksa Wahyudi.

Wahyudi mengatakan, Presiden telah menganggap narkotika sebagai ancaman serius yang dapat melumpuhkan energi positif bangsa, serta dapat merusak masa depan bangsa. Maka seluruh komponen bangsa harus bergerak melindungi generasi bangsa dari jaringan pengedar narkotika. "Terdakwa malah menjualnya," kata Wahyudi.

Sebagai bentuk perang terhadap penyalahgunaan narkotika, selain melakukan pencegahan, pemberantasan, dan rehabilitasi perlu adanya edukasi atas dampak kesehatan dan implikasi hukum bagi siapa saja yang menyalahgunakan narkotika. Maka dari itu, seseorang penegak hukum diharapkan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.

"Teddy malah melanggar dan melakukan kesewenangan atau menyalahgunakan jabatannya. Sebab apabila penegak hukum yang justru melanggar hukum tentu akan menjadikan krisis kepercayaan masyarakat kepada para penegak hukum," katanya.

Pada kesempatan ini, Jaksa Wahyudi juga menyampaikan pernyataan Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang tidak memberikan toleransi pada anggota kepolisian yang terlibat dalam narkotika.

"Seperti pernyataan beliau yang mengatakan 'terhadap yang melakukan pidana, utamanya narkotika, kalau memang sudah tidak bisa diperbaiki, kalau sudah tidak bisa dibina, ya dibinasakan saja'," katanya.

Wahyudi mengatakan, penyalahgunaan dan tindak pidana narkotika telah berada pada tingkat yang membahayakan, karena disamping merusak fisik dan mental juga mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Penyalahgunaan ini pada gilirannya dapat mengganggu sendi-sendi keamanan nasional dalam rangka pembangunan nasional menuju masyarakat yang adil dan makmur seperti yang dicita-citakan dalam tujuan negara yang tercantum pada pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat.

"Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa tindak pidana narkotika berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, sehingga hal ini merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara," katanya.

Merespons tuntutan jaksa, kuasa hukum Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea mengatakan, jika dilihat dari KUHAP dakwaan JPU batal demi hukum. Demi mendapatkan keadilan, dakwaan JPU untuk Teddy Minahasa itu menurut Hotman harus diulangi dari awal.

"Kelemahan itu menjadi strategi yang akan kita gunakan," katanya.

Hotman memastikan bahwa tuntutan bukan yang akhir bagi kliennya. Karena masih ada upaya hukum lain yang bakal ditempuh mulai dari banding, kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.

"jadi pleidoi kita akan fokus kepada pelanggaran hukum acara yang serius yang menurut undang-undang hukum acara tidak boleh dilanggar," katanya.

Seperti diketahui tiga terdakwa dalam kasus penjualan barang bukti narkotika jenis sabu sudah lebih dulu dituntut oleh JPU. Terdakwa itu di antaranya AKBP Dody Prawiranagara sebagai Kapolres Bukit Tinggi dituntut 20 tahu penjara, Linda Pudjiastuti sebagai bandar dituntut 18 tahun penjara, Kompol Kasranto Kapolsek Kalibaru dituntut 17 tahun penjara dengan masing-masing denda Rp 2 miliar.

Sebelum perkara ini sampai di persidangan, penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Teddy Minahasa sebagai tersangka setelah diduga memerintahkan anak buahnya untuk menyisihkan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu dari hasil pengungkapan kasus untuk diedarkan. Polres Bukit Tinggi awalnya hendak memusnahkan 40 kilogram sabu, tetapi Teddy Minahasa diduga memerintahkan untuk menukar sabu sebanyak lima kilogram dengan tawas.

Meski demikian, penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya. Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah berhasil diedarkan, sedangkan 3,3 kilogram sisanya berhasil disita oleh petugas.

 

Lingkaran Narkoba Teddy Minahasa - (Republika)

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler