Hari Film Nasional, Komnas Nilai Sinetron Masih Sarat dengan Pandangan Seksisme

Di sinetron, perempuan digambarkan sebagai makhluk seksual, penggoda, lemah.

www.freepik.com
Proses syuting film (ilustrasi). Menurut Komnas Perempuan, skenario sinetron sarat dengan pandangan seksisme yang mengonstruksikan perempuan sebagai makhluk seksual, penggoda, cengeng, lemah, dan stereotipe lainnya.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan berpandangan Hari Film Nasional harus memiliki semangat untuk mendorong pengembangan prinsip-prinsip etik tentang industri film yang mengintegrasikan nilai-nilai nondiskriminasi dan non-kekerasan, termasuk kekerasan berbasis gender. Hari Film Nasional yang diperingati setiap 30 Maret, pada tahun ini bertema "Bercermin pada Masa Lalu, Merencanakan Masa Depan".

"Kami apresiasi pihak-pihak yang telah berjuang untuk pemajuan industri perfilman di Indonesia serta menjadikan film tak semata sebagai ruang pemenuhan hak atas sosial budaya, hak atas ekonomi/pekerjaan, hak atas informasi dan hak berekspresi, melainkan juga ruang edukasi tentang nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender, serta nondiskriminasi, khususnya bagi kelompok rentan," kata Anggota Komnas Perempuan Veryanto Sitohang dalam keterangan, Jakarta, Kamis (30/3/2023).

Pihaknya menilai bahwa tayangan film di Indonesia, khususnya sinetron yang ditayangkan stasiun-stasiun televisi sarat dengan pandangan seksisme. Skenarionya mengonstruksikan perempuan sebagai makhluk seksual, penggoda, cengeng, lemah, dan stereotipe lainnya.

Kajian Komnas Perempuan tentang tayangan sinetron di beberapa stasiun televisi juga menyimpulkan bahwa sinetron turut melanggengkan nilai-nilai ketidaksetaraan gender dan seksisme dalam narasi audio visual. Di sisi lain, perempuan pekerja di sektor perfilman rentan mengalami kekerasan, khususnya kekerasan seksual.

Baca Juga


Komnas Perempuan pun mendorong organisasi-organisasi perfilman di Indonesia agar mengeluarkan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Selain itu, rumah produksi diminta agar memproduksi sinetron-sinetron yang tidak hanya menghibur, melainkan juga edukatif dan informatif.

Industri film juga diminta mendukung konten penyiaran yang mempromosikan kesetaraan dan keadilan gender. Kontennya juga didorong agar bebas stereotipe sempit mengenai perempuan dan gender minoritas lainnya.

"Agar memastikan pencegahan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan," kata Veryanto.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler