KPK Diminta Seret Pelaku Lain di Kasus Gratifikasi Rafael Alun

KPK bisa menyasar skema dan pola kejahatan yang dilakukan para pihak.

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo (tengah) berjalan menghindari wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (24/3/2023). Pemeriksaan tersebut dilakukan terkait dugaan korupsi yang dilakukan Rafael.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menaikan kasus Rafael Alun Trisambodo ke tingkat penyidikan. Eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan itu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) per tanggal 27 Maret 2023.

Azmi mendorong KPK memperdalam penyidikan terhadap Rafael. Tujuannya guna menjerat pihak manapun yang terlibat dugaan pidana bersama ayah dari Mario Dandy Satrio itu. Apalagi dikabarkan ada artis yang diduga terlibat.

"Karenanya terkait telah ditetapkan tersangka pada pelaku, KPK harus meluaskan penyidikannya untuk memeriksa data-data dan pihak-pihak yang terlibat dan siapapun terkait yang membantu terjadinya tindak pidana tersebut," kata Azmi kepada Republika.co.id, Jumat (31/3/2023).

Lewat penyidikan ini, Azmi optimistis akan diketahui siapa saja yang berperan sekaligus menikmati dugaan pidana yang dilakukan Rafael. Kemudian, KPK bisa pula menyasar skema dan pola kejahatan yang dilakukan para pihak itu guna memuluskan tindak pidananya.

"Jadi selain keluarga terdekat, istri dan anak, kerabat atau nama orang lain yang dipakai pelaku termasuk para konsultan pajak dan tim kerja Rafael yang melancarkan percobaan, pembantuan, permufakatan dalam gratifikasinya yang biasanya berhubungan dengan jabatan, termasuk dalam hal ini atasan Rafael," ujar Azmi.

Azmi mensinyalir aksi gratifikasi ini jika digali lebih lanjut biasanya identik dengan tindak pidana suap. Ia menduga biasanya pelaku mengambil uang, komisi, hadiah, fasilitas atau barang untuk kepentingan pribadi.

"Biasanya pejabat melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum guna mempengaruhi keputusannya pada wajib pajak dan memicu timbal balik antar pihak yang merugikan keuangan negara," ucap Azmi.

Selain itu, Azmi menegaskan gratifikasi merupakan akar korupsi sehingga harus diusut tuntas. Apalagi integritas pejabat yang menerima gratifikasi menjadi lemah dan cenderung timbulkan konflik kepentingan.

"Karenanya KPK harus menyisir bukti, meluaskan penyidikan guna menemukan keterlibatan pihak pihak lain, mengungkap dan membongkar siapa saja yang ikut dalam jaringan pelaku terkait kasus ini," ujar Azmi.

Sebelumnya, KPK telah menaikkan status penyelidikan kekayaan Rafael ke tahap penyidikan usai mengantongi dua alat bukti permulaan yang cukup. Dia juga sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi. Rafael diduga menerima uang dalam rangka pemeriksaan pajak di Direktorat Jenderal (Ditjen) Perpajakan Kemenkeu pada 2011-2023.

Rafael diketahui memiliki harta sebesar Rp 56 miliar dan dinilai tidak wajar lantaran jabatannya yang hanya masuk dalam ASN eselon III. Jumlah itu terungkap setelah anaknya, Mario Dandy Satrio menjadi tersangka kasus penganiayaan terhadap David, putra pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Jonathan Latumahina.

Mario Dandy juga diketahui pernah memamerkan mobil Jeep Rubicon dan motor Harley Davidson di media sosial. Kekayaan Rafael juga hanya selisih sedikit dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mempunyai total kekayaan Rp 58 miliar.

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler