Banyak Potensi Ekonomi Hilang Akibat Batalnya Piala Dunia U-20

Dampak langsung dan potensi ekonomi yang hilang mencapai triliunan.

Republika/Thoudy Badai
Pengunjung membeli merchandise Piala Dunia U-20 di gerai official licensed product World Cup U-20 Indonesia, Juaraga store di FX Sudirman, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Perhelatan Piala Dunia U-20 batal digelar di Indonesia, setelah FIFA memutuskan membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah FIFA U-20 World Cup 2023.
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan Indonesia harus melewatkan kesempatan emas mendapatkan benefit dari Piala Dunia U-20. Heri menyebut dampak ekonomi penyelenggaraan Piala Dunia U-20 begitu luas, mulai dari transportasi, hingga kuliner.

Baca Juga


"Pengalaman event olahraga sebelumnya bisa dipastikan tuan rumah pasti meraup keuntungan secara ekonomi, baik jangka pendek atau panjang. Contoh Piala Dunia terakhir, Qatar meraup untung Rp 117,75 triliun ini fantastis, lebih dari beberapa APBD di provinsi Indonesia," ujar Heri dalam diskusi publik Indef bertajuk "Piala Dunia U-20: Tuan Rumah Batal Potensi Ekonomi Buyar" di Jakarta, Kamis (6/4/2023).

Heri mengatakan Indonesia harus berkaca dengan kesuksesan Asian Games dan MotoGP Mandalika yang mempunyai dampak bagi ekonomi. Namun, ucap Heri, Indonesia pada akhirnya harus menelan pil pahit setelah dibatalkan FIFA menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Heri menilai keputusan ini berujung pada konsekuensi kerugian secara ekonomi yang harus diterima Indonesia, baik sebagai dampak langsung maupun tidak langsung.

"Jadi ada potensi-potensi ekonomi yang hilang akibat batal, kalau dihitung-hitung potensi ekonomi Rp 3,36 triliun secara nasional. Lalu ditambah dampak langsung sebesar Rp 1,13 triliun," kata Heri.

Heri menyampaikan dampak langsung Piala Dunia U-20 meliputi invetasi konstruksi stadion, operasional penyelenggaraan Piala Dunia, serta penonton, baik di stadion atau nonton bareng (nobar) di kafe-kafe. 

Heri memaparkan asumsi pengeluaran (belanja) untuk Piala Dunia U-20 terdiri atas belanja infrastruktur sebesar Rp 325 miliar, biaya penyelenggaraan dan persiapan teknis sebesar Rp 500 miliar, pengeluaran tim peserta sebesar Rp 27,60 miliar, pengeluaran penonton di stadion (rata-rata laga 8 ribu penonton per orang dikali 52 laga) sebesar Rp 212,6 miliar, pengeluaran nonton streaming (lima juta penonton kali Rp 50 ribu) sebesar Rp 250 miliar. 

"Secara langsung akan menimbulkan perputaran uang sebesar Rp 1,13 triliun," kata Heri.

Heri mengatakan Piala Dunia U-20 juga akan mengerek Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) enam daerah penyelenggara sebesar Rp 1,9 triliun dengan rincian Sumsel sebesar Rp 97,5 miliar, DKI Jakarta sebesar Rp 554,7 miliar, Jawa Barat sebesar Rp 451,5 miliar, Jawa Timur sebesar Rp 499,221 miliar, Jawa Tengah sebesar Rp 298,291, serta Bali dengan Rp 42,83 miliar. Sementara kontribusi Piala Dunia U-20 terhadap PDB Indonesia mencapai Rp 3,36 triliun.

"Modal Rp 1,13 triliun bisa hasilkan Rp 3,36 triliun. Modal satu untung tiga, berarti pengganda besar. Ini kenapa banyak negara berebut ingin menjadi tuan rumah. Potensi (keuntungan) yang jelas hilang itu penonton, hak siar, iklan, dan penjualan merchandise, makanya potensi sebesar ini bisa semakin menguat," kata Heri.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler