Airbus Turunkan Target Pengiriman Jadi 127 pada Kuartal I 2023
Penurunan pengiriman Airbus didorong oleh tekanan rantai pasok global.
REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pengiriman Airbus turun 11 persen secara industri menjadi 127 jet unit pada kuartal I 2023. Hal ini menggarisbawahi tekanan terhadap rantai pasokan global pada pertengahan tahun ini.
Seperti dilansir dari laman Reuters, Sabtu (8/4/2023), pengiriman turun 11 persen dari 142 pengiriman fisik pada periode yang sama tahun lalu, atau turun sembilan persen dibandingkan dengan total 140 tahun lalu yang disesuaikan. Airbus tahun lalu mencabut dua pengiriman untuk mencerminkan sanksi Barat terhadap Rusia.
Airbus mengirimkan 11 jet berbadan lebar termasuk 5 A350 pada kuartal I 2023, 10 jet kecil A220 dan 106 pesawat keluarga A320 neo terlaris.
Airbus menolak berkomentar menjelang rilis yang dijadwalkan pada 11 April, ketika saingannya Boeing juga dijadwalkan untuk melaporkan pengiriman.
Setelah memulai tahun dengan penurunan pengiriman sepertiga pada Januari, Airbus mengurangi defisit kumulatif menjadi 11 persen pada Maret dari 16 persen pada bulan sebelumnya. Tetapi harapan untuk mencapai pengiriman pada 130-an pada kuartal pertama terpukul oleh masalah industri dan rantai pasokan yang terus berlanjut yang baru-baru ini menyebar ke kabin berbadan lebar premium.
Penurunan triwulanan dipimpin oleh A350 jarak jauh, turun menjadi lima pesawat dari total 16 tahun sebelumnya yang belum disesuaikan.
Chief Executive Airbus Guillaume Faury mengatakan bergerak untuk meningkatkan target produksi jangka menengah dan memperdalam akses ke pasar utama dengan mengumumkan jalur perakitan baru di China.
Perusahaan juga telah memperkuat sistem yang ditujukan untuk memantau tingkat rantai pasokan yang lebih rendah. Tetapi kekurangan pada kuartal I 2023 membuat Airbus di bawah tekanan atau setidaknya mendapatkan kembali visibilitas yang cukup untuk mengonfirmasi atau meninjau target sebelumnya sebanyak 720 pengiriman pada pertengahan tahun.
Perusahaan terpaksa menurunkan target pengirimannya tahun lalu sebelum akhirnya meninggalkannya karena kesengsaraan pasokan membanjiri perkiraannya. Meski begitu, Airbus dan Boeing sama-sama meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan global yang meningkat.