Polemik Rudapaksa dan Perkosa
Kita dapat menemukan banyak berita yang mengganti kata perkosa jadi rudapaksa
Bila berselancar di google, kita dapat menemukan banyak berita yang mengganti kata "perkosa" menjadi "rudapaksa". Hal ini mematik pertanyaan bagi para pembaca. Penggunaan kata perkosa sudah terpatri sejak lama memiliki konotasi yang jahat, berbeda halnya dengan rudapaksa, meski memiliki arti yang sama (sinonim perkosa), rudapaksa terkesan memperhalus makna yang sudah ada.
Dalam perjalanannya, rudapaksa memiliki arti "kekerasan" dan trauma" dalam KBBI I (terbit 1988) dan KBBI II (1991). Lalu mengalami perubahan makna menjadi "paksa; perkosa" pada KBBI III (2001) hingga sekarang (KBBI V). Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa berucap bahwa dalam ilmu semantik perubahan makna seperti itu merupakan gejala bahasa yang lazim, tapi beberapa pengguna bahasa menyayangkan hal ini karena dirasa mengakrobatkan kata-kata eufemisme.
Eufemisme ditujukan untuk memperhalus dan mempersopan kata yang dianggap kasar. Hal ini lazim dilakukan pada masa orde baru akibat tuntutan rezim yang membatasi media dalam bersuara. Awak media didoktrin untuk sangat berhati-hati dalam penggunaan diksi. Lambat laun kebiasaan ini berubah seperti tradisi turun temurun yang diadopsi oleh jurnalis era kekinian, padahal zaman telah berubah.
Tidak hanya rudapaksa, sanak kata lain seperti menggagahi/digagahi dan menyetubuhi/disetubuhi dirasa sama-sama meromantisasi kata perkosa itu sendiri. Contoh singkat, disetubuhi dipungut dari kata setubuh. Dalam KBBI setubuh memiliki arti sepakat atau cocok. Dari akar katanya saja sudah tampak jelas bahwa diperkosa tidak patut untuk disubtitusi menjadi disetubuhi.
Berdasarkan telaah ringkas, dapat dikatakan bahwa penggantian kata perkosa menyebabkan pengaburan makna sebenarnya. Jika kata disetubuhi, digagahi dan dirudapaksa ditujukan dalam penghalusan yang merujuk ke korban, mungkin kita bisa melunak. Misalnya seperti salah satu headline berita berikut "Seorang Mahasiswi di Ternate Diduga Dirudapaksa Tiga Teman Kampus", tapi ini tidak cocok jika tujuannya merujuk ke pelaku, dimana akan lebih pantas dituliskan sebagai berikut "Tiga Teman Kampus Memperkosa Seorang Perempuan di Ternate"
Berdasarkan contoh di atas, perlu adanya penekanan subjek. Legalkan penggunaan memperkosa, alih-alih dirudapaksa apabila kalimatnya merujuk ke pelaku. Harus disadari bahwa pemerkosaan merupakan perilaku yang keji, pemilihan kata harus dipilah agar tidak terkesan menyamarkan tindak tanduk pelaku kejahatan seksual.