Heru: KJP Siswa Dicabut Jika Terlibat Tawuran
Penerima KJP akan dicabut fasilitasnya jika terlibat tawuran.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyerukan para pelajar untuk tidak tawuran. Ia mengingatkan bahwa siswa penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang terlibat dalam tawuran akan dicabut fasilitasnya.
"Namanya saja Kartu Jakarta Pintar, ya orang suruh pintar, kalau tawuran ya dicabut," kata Heru di Auditorium Dinas Pendidikan, Jakarta Selatan, Kamis (13/4/2023).
Selain itu, Heru meminta pihak sekolah agar memastikan bahwa penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) tepat sasaran. Dengan begitu, KJP bisa membantu masyarakat yang memang membutuhkan.
Lebih lanjut, Heru juga meminta pihak sekolah memperbanyak diskusi dengan para siswa dan orang tua untuk menghindari kasus tawuran pelajar. Ia menyebut siswa seharusnya sibuk dengan belajar sehingga tak punya waktu untuk melakukan hal-hal negatif.
"Saya minta, tawuran buat apa sih? Di sekolah saja sudah cukup banyak PR, waktunya aja tersita untuk belajar kan, saya rasa kalau anak-anak didik kita mengikuti pelajaran dengan benar, tidak ada waktu tawuran, waktunya untuk belajar," jelas Heru.
Sebagai upaya pencegahan tawuran, lanjut Heru, nantinya dari pihak Kepolisian hingga Satpol PP akan melakukan patroli keliling bersama. Patroli ditujukan untuk pengamanan dari risiko terjadinya kasus kriminalitas.
"Penanganan tawuran tentunya harus berkolaborasi dengan kepolisian dan lain-lain. Tadi pagi saya ketemu dengan Pak Kapolda membahas ini juga. Jadi Pak Kapolda, Pak Pangdam, Pak Kasatpol PP itu akan keliling bersama untuk mengurangi tawuran-tawuran yang ada dan kriminalitas lainnya," kata Heru.
Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar, mengatakan pencarian identitas diri merupakan salah satu penyebab remaja rentan terlibat tawuran. Menurut dia, remaja berada dalam fase pencarian identitas diri, dengan keinginan untuk dapat diakui oleh kelompok.
"Namun, kontrol diri remaja yang masih lemah menyebabkan remaja sulit merespons tekanan teman sebaya dan pengaruh media," kata Nahar di Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Tekanan tersebut akan semakin berat dirasakan oleh remaja ketika pengawasan orang tua dan masyarakat juga lemah. Faktor lainnya yaitu terbatasnya kegiatan-kegiatan positif atau kreatif yang dapat diakses remaja untuk menyalurkan energi berlebih yang mereka miliki.