Sosok Raja Musa Penguasa Muslim Mali Afrika, Raja Negeri Wakanda di Dunia Nyata?

Raja Musa dikenal sebagai raja yang kaya raya, adil, dan bijaksana

Daniel Jukes/ActionAid via AP
Ilustrasi tanah Afrika. Raja Musa dikenal sebagai raja yang kaya raya, adil, dan bijaksana
Rep: Hasanul Rizqa Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Mansa Musa merupakan pengua sa yang membawa Mali ke puncak kejayaan. Raja ke-10 dalam Dinasti Malinke itu bahkan hingga kini didaulat sebagai manusia terkaya yang pernah tercatat sejarah dunia.

Baca Juga


Dalam tubuhnya, mengalir darah sang pendiri Imperium Mali, Sun diata Keita. Para petinggi dan rakyat setempat pun sangat menghormatinya.

Tidak cuma itu, penguasa berjuluk Sang Pemilik Ladang Emas Wangara itu juga dicintai karena kepribadiannya yang dermawan, tegas, dan adil. Reputasinya tidak hanya dikenal di kawasan Afrika Barat, tetapi juga Arab dan Eropa.

Musa lahir pada 1280. Tidak banyak yang bisa diketahui dari masa ke cilnya. Keluarganya tergolong biasa saja meskipun diakui masih berdarah bangsawan. Ayahnya, Faga Laye, merupakan pejabat di birokrasi. Hingga masa dewasanya, Musa terus berkarier di lingkaran pemerintahan hingga namanya diangkat menjadi kepala daerah oleh Mansa Sakura. 

Sebelum berlayar demi mewujudkan ambisinya mencapai ujung Lautan, Sakura mendaulat Musa sebagai penggantinya kelak. Keputusan itu menandakan peralihan pusat kekuasa an yang sebelumnya dipegang kalangan militer non-trah Sundiata.

Ditunggu selama beberapa tahun, Sakura tak kunjung tiba dari pelayarannya di Samudra Atlantik. Akhirnya para tokoh masyarakat Mali mengang kat Musa sebagai raja baru.

Di antara sumber-sumber utama tentang riwayat Mansa Musa ialah historiografi karya sejarawan Arab kelahiran Damaskus (Suriah), Syihabuddin al-Umari (1301-1349). Menurut al-Umari, Musa merupakan seorang pemimpin Muslim yang alim dan saleh.

Raja Imperium Mali itu berkomitmen dalam menyebar luaskan agama tersebut di seluruh wilayah kekuasaannya. Baginya, Islam merupakan pintu masuk menuju dunia yang beradab.

Masih dalam penuturan al-Umari, penguasa berkulit gelap itu berhasil membawa Mali ke masa gemilang. Selama 25 tahun memerintah negerinya, ia sukses meningkatkan taraf kehidupan rakyatnya. Pada abad ke- 14, ketika Eropa mengalami stagnan, bahkan diterpa wabah pes Kematian Hitam (The Black Death), Kerajaan Mali sedang menikmati kemakmuran luar biasa. Hal itu ditunjang produksi komoditas utamanya, yaitu emas.

Sesungguhnya region Afrika Barat sejak ratusan tahun silam dikenal sebagai daerah penghasil emas bahkan hingga hari ini. Sebelum Mali, Kerajaan Ghana pernah berjaya berkat tambang-tambang emas di sekitar Sungai Niger.

Namun, Ghana merasakan dampak besar dari penggurunan (desertification) pada awal abad ke-13. Barulah pada zaman sesudahnya, terutama di bawah kendali Mali, pusat-pusat penambangan emas kembali hidup dan merebak.

Baca juga: 6 Fakta Seputar Saddam Hussein yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Anti Israel  

Bermodal macam-macam 'gunung' emas itu, Musa membangun berbagai infrastruktur di daerah-daerah kekuasaannya. Seperti penguasa Muslim pada umumnya, fokus pembangunannya terutama pada masjid, madrasah, dan pasar.

Dua kota terpenting Mali, Gao dan Timbuktu, disulapnya menjadi mercusuar-mercusuar peradaban Islam. Timbuktu menjadi tempat berdirinya Madrasah Sankore yang peninggalannya masih dapat dijumpai hingga kini. Tentunya, ibu kota tidak luput dari perhatiannya.

Di Niani, Musa membangun sebuah istana besar, yang menghadap alun-alun luas. Pada masa kekuasaannya, Mali memiliki tak kurang dari 400 kota besar. Masyarakat setempat hidup dalam budaya urban yang terbuka dan berwawasan kosmopolitan.     

 

sumber : Harian Republika
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler