Militer Sudan Tetapkan RSF Sebagai Pemberontak
RSF yang dipimpin Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo dcap sebagai kelompok pemberontak.
REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan menginginkan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dibubarkan. Dia mencap RSF yang dipimpin Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo sebagai kelompok pemberontak.
Kementerian Luar Negeri Sudan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Senin (17/4/2023), kepala negara de facto itu telah menyatakan RSF sebagai entitas pemberontak yang memerangi negara dan memerintahkan pembubarannya. Keputusan ini menegaskan deklarasi dan penyebutan sebelumnya oleh dinas intelijen terhadap RSF
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Sudan dikutip dari Aljazirah menambahkan, bahwa pertempuran adalah hasil dari pemberontakan RSF melawan angkatan bersenjata Sudan. Burhan telah dijadwalkan untuk bertemu dengan pemimpin RSF Mohamed Hamdan Dagalo pada hari yang sama bentrokan dimulai.
Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Sudan Volker Perthes mengatakan, pertempuran antara tentara dan RSF telah menewaskan sedikitnya 185 orang dan melukai lebih dari 1.800 orang pada Senin. Asap menyelimuti ibu kota dan penduduk melaporkan gemuruh serangan udara, tembakan artileri, dan penembakan yang menutup rumah sakit di kota yang tidak terbiasa dengan kekerasan.
Jembatan yang menghubungkan Khartoum dengan Omdurman dan Bahri melintasi dua cabang utama Sungai Nil diblokir oleh kendaraan lapis baja dan beberapa jalan menuju ibu kota tidak dapat dilewati. Gambar-gambar televisi menunjukkan api berkobar di bandara internasional di dalam kota.
Dengan terputusnya aliran air dan listrik di sebagian besar ibu kota, beberapa penduduk keluar untuk membeli makanan, membentuk antrean panjang di toko roti. Tidak ada kehadiran polisi di jalan-jalan Khartoum sejak Sabtu dan para saksi melaporkan kasus penjarahan.
“Kami takut toko kami dijarah karena tidak ada rasa aman,” kata Abdalsalam Yassin, penjaga toko yang membeli stok berlebih menjelang Hari Raya Idul Fitri mendatang.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak untuk kembali tenang. Dia mengatakan situasi kemanusiaan yang sudah genting sekarang menjadi bencana. Sedangkan Kepala Bantuan PBB Martin Griffiths mengatakan, pertempuran telah menutup banyak program bantuan.