Total Pengungsi Sudan ke Arab Saudi mencapai 2.744

Menlu Saudi Faisal bin Farhan membahas Sudan dengan banyak utusan negara.

EPA-EFE/FAZRY ISMAIL
Ilustrasi warga asing di Sudan yang sudah kembali ke negara asal.
Rep: Mabruroh, Rizki Jaramaya Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Sebanyak 2.744 orang, termasuk 119 orang Saudi dan orang-orang dari 76 negara lain, telah diangkut dengan aman dari Sudan ke Arab Saudi sejak proses evakuasi Kerajaan dimulai pada 24 April. 

Baca Juga


“Kapal terbaru yang tiba di Jeddah pada Kamis malam membawa 200 pengungsi,” kata Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan dilansir dari Arab News, Jumat (28/4/2023).

Kapal, HMS Riyadh, membawa pengungsi dari Gambia, Nigeria, Pakistan, Kanada, Bahrain, Thailand, AS, Lebanon, Afghanistan, Palestina, Somalia, dan Mesir. Pada 26 April, evakuasi terbesar dilakukan, mengangkut 1.687 orang dari 58 negara dari Port Sudan.

Upaya berkelanjutan Arab Saudi tidak hanya terbatas pada evakuasi dengan kapal, tetapi juga melalui udara, membantu individu, diplomat, dan pejabat dari seluruh dunia.

Pada Senin, Kementerian Luar Negeri mengeluarkan pernyataan yang menjanjikan upaya berkelanjutan mereka untuk mengevakuasi warganya dan "warga negara dari negara-negara persaudaraan dan bersahabat" dari Sudan.

Anggota komunitas internasional telah menyuarakan keprihatinan mereka dan membahas kemungkinan tindakan yang perlu diambil untuk mengakhiri kerusuhan dan kekerasan di Sudan sejak pertempuran pecah pada akhir pekan lalu.

Sepanjang April, Menlu Saudi Pangeran Faisal bin Farhan membahas situasi terkini di Sudan dengan banyak menteri luar negeri dan pemimpin politik.

Hambat pasokan bahan mentah

Konflik di Sudan mengancam pasokan gum arabic, yang merupakan bahan utama untuk membuat minuman soda, permen, dan kosmetik. Sekitar 70 persen pasokan gum arabic berasal dari pohon akasia di wilayah Sahel yang melintasi Sudan.

Sejumlah perusahaan yang bergantung pada bahan baku gum arabic seperti Coca Cola dan PepsiCo telah lama menimbun persediaan. Bahkan beberapa perusahaan menyimpan antara tiga hingga enam bulan untuk menghindari kekurangan.  

Konflik di Sudan sebelumnya cenderung terfokus di wilayah yang jauh seperti Darfur. Tapi kali ini, konflik pecah di Ibu Kota Khartoum sejak 15 April, sehingga melumpuhkan ekonomi dan mengganggu komunikasi dasar. 

Konflik dapat membuat pasokan gum arabic terganggu. Manajer Pengadaan di Kerry Group, yang merupakan pemasok gum arabic ke  sebagian besar perusahaan makanan dan minuman utama, Richard Finnegan, memperkirakan stok saat ini akan habis dalam lima hingga enam bulan. Sementara mitra pemasok asal Belanda, FOGA Gum, Martijn Bergkamp, ​ memperkirakan stok hanya cukup untuk tiga hingga enam bulan.

Produksi global gum arabic adalah sekitar 120.000 ton per tahun, atau senilai 1,1 miliar dolar AS.  Sebagian besar produk gum arabic ditemukan di daerah "gum belt" yang membentang sejauh 500 mil dari Timur ke Barat Afrika, termasuk di Ethiopia, Chad, Somalia dan Eritrea.

"Saat ini tidak mungkin untuk mendapatkan tambahan gum arabic dari bagian pedesaan Sudan karena kekacauan dan kendala di jalan," kata Mohamad Alnoor, yang menjalankan Gum Arabic USA, yang menjual produk tersebut kepada konsumen sebagai suplemen kesehatan.

Kerry Group dan pemasok lain, termasuk Swedia Gum Sudan, mengatakan sulit berkomunikasi dengan kontak di lapangan dan Port Sudan. Direktur Pelaksana Vijay Bros, importir yang berbasis di Mumbai, Jinesh Doshi, mengatakan, pemasok berupaya untuk mendapatkan kebutuhan karena konflik. 

"Baik pembeli dan penjual tidak tahu kapan keadaan akan normal kembali," ujar Doshi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler