Selain Motif Animal Print, Busana Seperti Ini Juga Cenderung Dihindari Sepanjang 2023
Menurut jajak pendapat di AS, motif animal print tak terlalu diminati tahun ini.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren mode selalu berubah, dan cukup sulit untuk selalu mengikutinya sepanjang waktu. Akan tetapi, studi terbaru mengungkap banyak prediksi tren fashion 2023 sehingga pencinta mode bisa punya gambaran mengenai busana yang tak ketinggalan zaman.
Dikutip dari laman Study Finds, Senin (1/5/2023), busana dengan motif animal print disinyalir tidak masuk ke tren mode 2023. Hal itu terungkap dalam jajak pendapat terhadap 2.000 orang dewasa AS yang digagas oleh VistaPrint dan dilakukan oleh OnePoll.
Dari sekian responden yang terlibat, sebanyak 29 persen mengaku hendak menghindari busana dengan motif animal print. Studi juga menemukan hal-hal lain yang cenderung dihindari, seperti baju bertuliskan kata umpatan (38 persen), foto diri sendiri (34 persen), gambar orang asing (33 persen), frase atau slogan yang umum (33 persen), dan sindiran (29 persen).
Mode tahun ini akan berfokus pada corak tie-dye (35 persen), kemeja bersaku (33 persen), dan busana dengan potret fotografi (33 persen). Sementara, tren pakaian yang dianggap terbaik saat ini adalah pakaian dengan kutipan yang mewakili diri (32 persen), berwarna cerah (31 persen), atau menampilkan logo merek di bagian depan (31 persen).
Sebanyak 58 persen responden setuju bahwa pilihan pakaian seseorang menunjukkan banyak hal tentang kepribadian. Menurut 57 persen responden, menunjukkan identitas paling baik dilakukan melalui pakaian custom. Ada 45 persen orang yang suka mengekspresikan diri melalui pakaian custom atau yang dipersonalisasi.
Khusus untuk generasi muda, 54 persen Gen Z dan milenial yang disurvei sengaja membeli pakaian custom untuk mencerminkan kepribadian. Sejumlah 53 persen Gen Z dan milenial mengaku melakukan itu untuk mendukung usaha kecil.
Survei tersebut juga menemukan t-shirt adalah item paling populer dari pakaian custom yang dimiliki (51 persen), diikuti oleh polo shirt (46 persen), dan hoodies atau sweater (46 persen). Sekitar 68 persen responden bersedia menghabiskan lebih banyak uang untuk pakaian yang dipersonalisasi karena barang serupa tak ada di tempat lain (47 persen) atau membangkitkan kenangan (47 persen).
Pakar branding Clare Alexander yang tak terlibat dalam studi berpendapat banyak orang memiliki kaus favorit yang dipersonalisasi. Mengenakan "karya seni" pada pakaian jadi tradisi mode yang sudah mapan, dan kaus bergambar khusus merupakan bentuk paling literal dari hal tersebut.
"Melalui itu, seseorang dapat mengekspresikan diri dalam bentuk visual dengan merepresentasikan tempat-tempat yang pernah dikunjungi, lagu favorit, acara televisi, film, atau desainer tertentu," kata Alexander.