Desa Penyandang Tunanetra di Suriah
Desa di Suriah, bernama An Noor menjadi tempat yang ramah bagi tunanetra
REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Sebuah desa di Suriah bagian Utara bernama An Noor menjadi tempat yang ramah bagi warga penyandang tunanetra. Area sekelilingnya didesain mempermudah aktivitas warga.
Tulisan braille sangat mudah ditemukan di setiap sudut desa Al-Noor. Fasilitas-fasilitas publik pun dibuat ramah bagi warga dengan keterbatasan penglihatan ataupun buta total.
"Kami hidup di sini sebagai satu keluarga dan kami berterima kasih kepada semuanya yang berkontribusi dalam membangun desa ini," ujar pemimpin desa Al-Noor Amer Jarad yang dikutip dari rekaman video Aljazirah, Senin (1/5/2023).
Penyandang tunanetra tidak hanya bisa bergerak bebas di dalam rumah pribadi saja tetapi saat keluar rumah pun, mereka tetap berkegiatan seperti biasanya.
Akses yang diberikan, seperti masjid, pasar, dan taman pun bisa dengan mudah dijangkau sehingga mereka bisa tetap beraktivitas. Desa ini juga telah memiliki sekolah dan fasilitas kesehatan. Hanya saja tempat tersebut masih belum beroperasi.
"Karena tunanetra tidak bisa bekerja dan tidak bisa mendapatkan peluang pekerjaan, kami berharap terdapat peningkatan pelayanan untuk tunanetra seperti kami," kata guru braille dan imam masjid Al-Noor Waseem Riad Rahmon.
Peluang yang lebih luas, menurut Rahmon, dinilai dapat membantu hidup penyandang tunanetra. Tawaran yang beragam tentu saja bisa membantu keluarga dan masyarakat pula.
Desa ini menampung 100 keluarga, beberapa dari mereka yang memiliki kehilangan penglihatan merupakan korban perang. "Saya mendapatkan luka sehingga kehilangan penglihatan pada 2016, itu berasal dari misil pesawat terbang selama perang Suriah. Kami terlantar akibat pengeboman," ujar salah satu warga Al-Noor bernama Ahmed Al-Hamid.
Al-Hamid menyatakan mendapatkan beberapa cedera dan luka berat akibat serangan tersebut. Dia pun harus berpindah dari beberapa rumah sakit dan kini menggunakan mata palsu untuk bagian sebelah kiri dan kehilangan penglihatan untuk bagian mata kanan karena retinanya terkena pecahan peluru.
"Dari 2019 hingga 2022 kami banyak kesulitan bergerak, hingga kami akhirnya menetap di desa penuh cahaya bagi tunanetra," ujar Al-Hamid.