Fitnah Luar Biasa! Cerita Haji Agus Salim Dituduh Intel Belanda dan Terima Upah
Pertemuan umum digelar untuk menjernihkan tuduhan pada Haji Agus Salim.
MAGENTA -- Nama Haji Agus Salim cukup disegani di masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Ia dikenal sebagai seorang politikus, jurnalis, dan diplomat dengan julukan "The Grand Old Man".
Gelar "The Grand Old Man" diberikan kepada Agus Salim karena prestasinya di bidang diplomasi dan cakap berbahasa asing. Ia mengusai tujuh bahasa asing, yaitu bahasa Belanda, Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang, dan Jerman.
Dalam perjalanan politiknya, pahlawan nasional kelahiran Kota Gadang, Sumatra Barat, 8 Oktober 1884 itu pernah difitnah dengan tuduhan menjadi intel Belanda. Adalah Majalah Timboel terbitan Surakarta yang memfitnah Agus Salim sebagai mata-mata.
.
.
Saat itu, Pimpinan Redaksi Majalah Timboel adalah Mr. Singgih dan Dr Radjiman Wedyoningrat. Pada edisi No. 57/1927 Majalah Timboel menurunkan tulisan Partai Serikat Islam. Penulis artikel itu bermaksud merusak tubuh organisasi Partai Sarekat Islam (PSI), juga untuk menggagalkan keberangkatan Agus Salim ke Makkah menghadiri Muktamar Alam Islam.
BACA JUGA: Kisah Soedirman: Guru SD yang Jadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat
"Mr Singgih, penulis artikel mengatakan bahwa H. Agus Salim masuk PSI dengan membawa tugas pemerintah (Belanda) untuk membubarkan perkumpulan itu," tulis Ridwan Saidi dalam bukunya berjudul Zamrud Khatulistiwa: Nuansa Baru Pemikiran Bung Karno, M Husti Thamrin. H Agus Salim, Buya Hamka, terbitan LSIP, 1993.
Majalah Timboel juga menuliskan Agus Salim selalu menyampaikan laporan-laporan pada procureur generaal (kejaksaan agung), tentang kegiatan Radicale Concentratie. Lembaga ini adalah federasi partai-partai politik yang beraliran radikal terhadap kolonial.
"Untuk tugas-tugas intelejen itu Salim menerima upah," tulis Ridwan Saidi mengutip Majalah Timboel.
Kontan, fitnah melalui tulisan itu membuat keluarga besar PSI marah mengingat Agus Salim adalah tokoh yang telah mengabdikan diri pada PSI. Selain itu, kemarahan terjadi karena menyangkut kehormatan dan nama baik penasehat Jong Islamieten Bond (JIB). Maka, hal tersebut tidak akan dibiarkan berlalu begitu saja.
PSI cabang Yogyakarta melancarkan protes ke alamat Majalah Timboel. Redaksi Timboel diminta membuktikan tuduhan terhadap Agus Salim dalam suatu pertemuan umum.
BACA JUGA: 27 Tahun Lalu, Kisah Pembebasan Sandera Tim Ekspedisi Lorentz di Mapenduma Papua
Pertemuan Umum Dihadiri 3.000 Orang
Pertemuan Umum untuk menjernihkan tuduhan Majalah Timboel terhadap Agus Salim digelar di gedung sekolah Adhi Darmo, Yogyakarta, pada 7 Mei 1927. Meski dilaksanakan malam hari, pertemuan penting itu dihadiri 3.000 pengunjuang.
"Sebanyak 500 kursi yang disediakan dalam sesaat sudah terisi penuh. Akhirnya menjelang pukul 21.00 tidak kurang dari 3.000 orang berdesak-desakan di gedung dan halaman Adhi Darmo yang khusus malam itu dibangun atap tambahan untuk mengantisipasi hujan," tulis Ridwan Saidi.
Tepat pukul 21.00, Agus Salim diiringi panitia memasuki arena pertemuan. Publik tidak memperlihatkan sikap sinis atau bermusuhan begitu melihat Agus Salim tiba di tempat. Sedangkan pihak redaksi Timboel telah memberitahukan sebelumnya akan datang terlambat.
.
.
Singgih dan Radjiman Wedyodiningrat beserta rombongan tiba lebih awal dari yang diperkirakan. Kedatangan mereka diiringi tepuk tangan publik sebentar tapi tidak merata.
Perdebatan segera dimulai. Perdebatan dipimpin oleh seorang ketua yang merangkap selaku ketua juri dan dilaksanakan di kamar paviliun sekolah
Aggota juri terdiri terdiri atas dua orang yang ditunjuk oleh PSI, dan dua orang lagi yang ditunjuk oleh Timboel. Keempat anggota dewan juri menunjuk seseorang lagi sebagai ketua juri atas dasar kesepakatan.
BACA JUGA:
Majalah Timboel tidak Bisa Membuktikan Tuduhannya
Dalam pertemuan yang memakan waktu 30 menit itu, kedua pembicara sama-sama diberikan dua kali kesempatan untuk memberikan argumennya. Argumen Agus Salim membantah tudingan Majalah Timboel lebih meyakinkan juri, bahwa ia bukan intel Belanda.
Keputusan dewan juri menyatakan Mr Singgih (Majalah Timboel) tidak berhasil membutikan tuduhan-tuduhannya. Bukti-bukti yang disampaikan redaksi Majalah Timboel tidak meyakinkan.
"Namun dewan juri menyayangkan sikap Haji Agus Salim yang tidak mengajukan gugatan ke pengadilan atas dasar perbuatan pencemaran nama baik yang dalam hal ini dilakukan oleh Timboel/Mr Singgih," tulis Ridwan Saidi dalam bukunya setebal 102 halaman itu.
.
.
Pada tengah malam pertemuan itu ditutup. Selanjutnya atas keputusan tersebut, Agus Salim menulis sebuah tulisan berjudul "Ben ik een spion" (Adakah saya seorang intel?). Tulisan Agus Salim dimuat di Majalah Het Lich No. 4/Th III, Juni 1927. Het Lich adalah majalah berbahasa Belanda yang diterbitkan oleh Jong Islamieten Bond.
BACA JUGA: Kisah Maulana Malik Ibrahim Sholat Minta Hujan: Hujannya Turun, Eh, Dituding Sihir
Dalam tulisannya, Agus Salim yang menekuni dunia jurnalistik sejak tahun 1915 sebagi redaktur di Harian Neratja itu mengungkap intelektual biografi dirinya yang bernilai dan belum pernah diungkap oleh media-media. Tulisan panjang itu juga sebagai jawaban mengapa Agus Salim tidak mengambil langkah hukum dan menggugat ke pengadilan Majalah Timboel.
"Kepercayaan kami kepada H. Agus Salim tidak tergoyahkan," tulis redaksi Het Lich.
Setelah itu, karier politik Agus Salim terus berkembang. Ia sempat dipercaya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sampai Maret 1946. Agus Salim juga memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Hubungan Asia di New Delhi, India, sejak Maret hingga April 1947.
Selanjutnya, Agus Salim menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam kabinet Amir Sjarifuddin I (3 Juli 1947-11 November 1947) dan Menteri Luar Negeri dalam kabinet Amir Sjarifuddin II (11 November 1947-29 Januari 1948).
Kemudian, Menteri Luar Negeri dalam kabinet Hatta I (29 Januari 1948-4 Agustus 1949) dan Menteri Luar Negeri dalam kabinet Hatta II (4 Agustus 1949-20 Desember 1949).
Haji Agus Salim yang mempunyai nama lain Masyhudul Haq, yang berarti pembela kebenaran wafat di Jakarta dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Melalui Keppres Nomor 657 tahun 1961, Agus Salim dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 27 Desember 1961.
BACA JUGA:
Ngeyel, Soeharto Ogah Pakai Rompi Antipeluru Saat Kunjungi Bosnia pada 1995
Janji Mahathir Mohamad Temui Soeharto Jika Jadi Perdana Menteri, Memuji Setinggi Langit
Kesederhanaan Bung Hatta: Ironi Sepatu Bally tak Terbeli dan Tas Branded Istri Pejabat
Sukarno tak Puasa Ramadhan Saat Bacakan Teks Proklamasi, Apa Sebab?
Mengenal Sabeni, Jawara Betawi dari Tanah Abang
Bacaan Doa Setelah Sholat Fardhu Lengkap dan Artinya