Pidato Panjang Panji Gumilang di Hadapan Jamaah Al Zaytun, Sebut Dirinya dengan Syekh

Panji Gumilang merupakan pendiri utama lembaga pendidikan Al Zaytun

Antara/Sigid Kurniawan
Pimpinan Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Al-Zaytun, Panji Gumilang. Panji Gumilang merupakan pendiri utama lembaga pendidikan Al Zaytun
Rep: Mabruroh Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lama tenggelam, nama pesantren AL-Zaytun kembali ramai diperbincangkan masyarakat setelah unggahan foto penyelenggaraan sholat Idul Fitri yang kontroversial. Namun tulisan kali ini bukan ingin membahas kontroversi tersebut, melainkan cerita awal mula berdirinya pesantren termegah di asia ini.

Baca Juga


Dalam tausiahnya pada Jumat (5/5/2023) di Masjid Rahmatan Lil’alamin di Kompleks pesantren yang juga disiarkan secara langsung melalui akun youtube Al-Zaytun Official dengan 27,4 ribu pengikut, Panji Gumilang menceritakan perjalanan panjangnya membangun Mahad Al-Zaytun. Panji Gumilang dalam ceramahnya usai sholat Jumat itu, menyebut dirinya sebagai syekh. Berikut penggalan singkatnya:

“Pada 1980 syekh melanglang buana, ke negeri tetangga, kurang lebih 10 tahun, setelah 10 tahun banyak bergaul dengan tokoh-tokoh nasional tempat syekh berada, baik perdana menterinya, menteri pendidikannya, ketua menterinya, dan menteri-menteri lokalnya syekh kenal. Yang syekh cari adalah mengapa bisa baik pendidikan di tempat ini?” ujar Panji Gumilang.

“Begitu 10 tahun berada di tempat itu, syekh  menyerahkan mandat, SK, ketika itu pimpinan yang memegang organisasi itu, pimpinan kedua yang syekh kenal, syekh Sofwan Amini. Kemudian di dalam organisasi itu yang namanya Rabithah al’alam al islami ada kawan se negara yaitu seorang ustadz yang memegang sekretariat dan kebendaharaan di Rabithatul ‘Alam Al Islami. Beliau putra Madura dan di sana beliau mendirikan pesantren kemudian setelah bebas tugas dari lembaga organisasi yang sama, beliau pulang ke Madura,” ujar Panji.

Baca juga: 22 Temuan Penyimpangan Doktrin NII di Pesantren Al Zaytun Menurut FUUI

“Singkat cerita setelah hampir 10 tahun kurang 2 bulan, syekh ketika itu di tempat itu menjadi presiden yang dinamakan presiden Perkisa, Perhimpunan keluarga sabah serawak. Brunei pun ikut walaupun tidak ada dalam nama itu tapi kita masukkan Brunei. Kemudian organisasi itu legal karena disahkan pemerintah setempat, jadi bukan dibentuk oleh konsul jenderal atau kedutaan besar Indonesia, tapi dibangun masyarakat Indonesia,” ceritanya.

Baca juga: Shaf Sholat Campur Pria Wanita di Al Zaytun, Ustadz Adi Hidayat Jelaskan Hukumnya

 

Panji menuturkan telah menjadi presiden Perkisa selama dua periode. Hingga kemudian dia menyerahkan jabatan kepada penerusnya pada akhir tahun 1989.

“Menyerahkan mandat kepengurusan Perkisa selesai, diadakan pemilihan, ganti pengurus, syekh tugas murninya yaitu dari Rabithah Al ‘Alam Al Islami, (setelah) menyerahkan mandat atau SK jangan diberikan salary (gaji) lagi , saya akan pulang ke Indonesia di mana aku di lahirkan di sana,” kata Panji.    

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler