Nasdem: Tak Ada Penjegalan Anies Jadi Capres Usai Pertemuan Paloh-Luhut

Luhut disebut menghormati keputusan Surya Paloh dan Nasdem pilih Anies jadi capres.

Dok. Republika
Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh bertemu dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam sebuah makan siang di Wisma Nusantara, Jakarta, Jumat (5/5/2023).
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Nasdem, Sugeng Suparwoto mengatakan bahwa ada kesepahaman antara Surya Paloh dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Sugeng ikut hadir dalam makan siang bersama keduanya di Wisma Nusantara, Jakarta.

Baca Juga


Luhut disebutnya menghormati keputusan Surya Paloh dan Partai Nasdem yang mendeklarasikan Anies Rasyid Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres). Ke depan, ia yakin tak ada penjegalan dalam proses pencapresan Anies.

"Nggak ada itu (penjegalan pencapresan Anies)," ujar Sugeng di Kantor Sekretariat Perubahan, Jakarta, Jumat (5/5/2023) lalu.

Elektabilitas Anies saat ini terus berada di posisi tiga besar, bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Hal tersebut membuktikan adanya dukungan besar dari publik terhadap mantan gubernur DKI Jakarta itu.

"Itulah hebatnya Pak Anies, masih nomor tiga. Kalau di luar, Pak Anies sudah kelempar ke mana itu," ujar Sugeng.

Dalam makan siang bersama Luhut, Surya Paloh juga menyampaikan pandangannya agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak terlalu ikut campur dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

"Mohon maaf, kalau kayak gini, kayak gini, ada sebuah situasi yang menjadi tidak berimbang dalam image bahwa misalnya pemerintah atau presiden yang berpihak kepada calon tertentu. Itu seyogyanya dihapuskan," ujar Sugeng.

Dukungan atau endorsement Jokowi kepada sosok tertentu pada Pilpres 2024 memang merupakan haknya sebagai warga negara. Namun, Surya ingin agar Jokowi memposisikan diri sebagai negarawan jelang kontestasi nasional tersebut.

"Mestinya, mohon maaf, Presiden sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus kepala negara itu harus memposisikan sebagai negarawan gitu. Jadi tidak perlu, betul bahwa itu adalah hak asasi masing-masing, tapi kan masing-masing namanya pejabat publik itu kan ada namanya privilege, tetapi ada juga hak yang harus dibatasi," ujar Sugeng.

"Intinya bagaimana meng-endorse satu per satu itu menurut hemat kita tidak bagus. Dalam konteks cawe-cawe lah kalau bahasa umumnya," sambung Ketua Komisi VII DPR itu.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler