Menteri Pendidikan Serbia Mengundurkan Diri Setelah Penembakan Massal
Insiden penembakan massal terakhir di Serbia terjadi pada 2013 silam.
REPUBLIKA.CO.ID, BELGRADE -- Menteri pendidikan Serbia pada Ahad (7/5/2023) mengundurkan diri menyusul dua penembakan massal, salah satunya di sekolah dasar, yang menewaskan 17 orang. Menteri Pendidikan Branko Ruzic adalah pejabat Serbia pertama yang mengundurkan diri atas penembakan itu, kendati ada seruan luas agar lebih banyak pejabat senior mundur setelah pertumpahan darah berturut-turut.
Pemakaman terhadap sembilan korban penembakan di sekolah di Ibu Kota Serbia, Beograd berlangsung pada akhir pekan. Serangan penembakan lainnya terjadi di daerah pedesaan di selatan Ibu kota yang menewaskan delapan orang. Insiden penembakan ini mengejutkan seluruh warga Serbia. Penembakan massal terakhir kali terjadi di negara tersebut satu dekade lalu.
Setelah serangan penembakan pertama, Ruzic dengan cepat menyalahkan pengaruh internet dan meluasnya media sosial, termasuk video game yang berkembang dari Barat. Kritik semacam itu biasa terjadi di Serbia.
Penjahat perang Serbia sebagian besar dianggap sebagai pahlawan. Sentimen pro-Rusia dan anti-Barat berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir karena anggota kelompok minoritas secara rutin menghadapi pelecehan dan terkadang kekerasan fisik.
Penembakan massal terakhir di Serbia terjadi pada 2013, ketika seorang veteran perang melepaskan tembakan hingga menewaskan 13 orang. Dalam insiden penembakan terbaru, pelaku penembakan massal di sekolah adalah seorang anak laki-laki berusia 13 tahun. Dia menembaki teman-teman sekolahnya, menewaskan tujuh anak perempuan, seorang anak laki-laki dan seorang penjaga sekolah.
Keesokan harinya, seorang pria berusia 20 tahun menembak secara acak di dua desa di pusat Serbia, dan menewaskan delapan orang. Kedua pelaku penembakan berhasil ditangkap.
Pelaku berusia 13 tahun itu terlalu muda untuk dituntut secara pidana. Dia ditempatkan di klinik kejiwaan.
Sementara pelaku kedua merupakan pria yang diidentifikasi sebagai Uros Blazic. Dia menghadapi dakwaan pembunuhan tingkat pertama dan kepemilikan senjata dan amunisi tanpa izin.
Motif serangan masih belum diketahui. Blazic ditangkap mengenakan kaus pro-Nazi.
Dia mengatakan kepada jaksa bahwa dia menembak orang yang tidak dia kenal secara pribadi karena ingin menyebarkan ketakutan di antara penduduk. Pihak berwenang menjanjikan tindakan keras, serta berkomitmen untuk meningkatkan keamanan di sekolah dan di seluruh negeri.
Pada Ahad, Kementerian Dalam Negeri mengatakan individu dapat menyerahkan senjata yang disimpan secara ilegal mulai Senin (8/5/2023) hingga 8 Juni tanpa menghadapi tuntutan apa pun. Mereka yang mengabaikan perintah itu akan menghadapi tuntutan dan jika terbukti bersalah, berpotensi dihukum peunjara.
“Kami mengundang semua warga negara yang memiliki senjata ilegal untuk menanggapi seruan ini, untuk pergi ke kantor polisi terdekat dan menyerahkan senjata yang tidak memiliki dokumen yang layak,” kata pejabat polisi Jelena Lakicevic.
Lakicevic mengatakan, penyerahan sukarela berlaku untuk semua senjata api, alat peledak seperti granat, bagian senjata dan amunisi yang disimpan orang secara ilegal di rumah mereka.
Presiden Serbia Aleksander Vucic mengkritik oposisi politik karena merencanakan protes terhadap pemerintahnya untuk penanganan krisis. Dia mengatakan, perpecahan yang terjadi di tengah krisis akan sangat buruk bagi negara.
Politisi oposisi menuduh Vucic merampas hak dua tersangka penembak untuk pengadilan yang adil. Oposisi menyebut pelaku Blazic tidak akan pernah melihat cahaya lagi selama mendekam dalam penjara.
Oposisi juga merilis informasi medis tentang pelaku anak laki-laki yabg berusia 13 tahun beserta slip gaji orang tuanya. Oposisi menuduh presiden menggunakan pidatonya di televisi untuk mempromosikan tindakan darurat keras yang anti-demokrasi dan ilegal.