BPS Ungkap Angka Pengangguran dan Kemiskinan Jateng Turun, Gubernur: Ada Treatment Khusus
Upaya pengentasan kemiskinan pun terus dilakukan.
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Jawa Tengah cenderung mengalami penurunan dan selalu berada di bawah angka TPT nasional. Upaya pengentasan kemiskinan di bawah kepemimpinan Gubernur Ganjar Pranowo pun terus berjalan.
Sejak periode kedua Ganjar menjabat pada Agustus 2018, TPT Jateng 4,47 persen dan nasional 5,3 persen. Agustus 2019, TPT Jateng 4,44 persen dan nasional 5,23 persen. Agustus 2020, TPT Jateng meningkat menjadi 6,48 persen lantaran hantaman pandemi Covid-19 dan TPT nasional 7,07 persen.
Seiring penangangan Covid-19, Ganjar pun kembali berhasil menurunkan TPT Jateng pada Agustus 2021 menjadi 5,95 persen dan nasional 6,49 persen. Lalu Agustus 2022 turun menjadi 5,57 persen dan nasional 5,86 persen. Hingga Februari 2023, TPT Jateng tinggal 5,24 persen dan nasional 5,45 persen.
Sementata itu dilansir data BPS Jateng, jumlah pekerja di Jateng juga selalu meningkat tiap tahun. Pada 2018, jumlah angkatan kerja 18,06 juta dengan pekerja 17,25 juta. 2019, jumlah angkatan kerja 18,26 juta dengan pekerja 17,44 juta. 2020, angkatan kerja 18,75 juta dan pekerja 17,54 juta.
Kemudian pada tahun 2021 atau saat pandemi Covid-19, jumlah angkatan kerja Jateng 18,26 juta dengan pekerja 17,44 juta. Kemudian, angkatan kerja Jateng naik lagi pada tahun 2022 dengan 19,47 juta dan jumlah pekerja 18,39 juta dengan pekerja formal 7,33 juta (39,84 persen) dan pekerja informal 11,06 juta (60,16 persen).
Selain indikator jumlah pekerja, kinerja Ganjar dalam mengentaskan kemiskinan juga tampak dari jumlah penduduk miskin di Jateng. Sejak periode pertama kepemimpinannya, Ganjar berhasil menurunkan angkanya sedikit demi sedikit.
BPS mencatat, pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin di Jateng sebanyak 4,8 juta orang atau 14,44 persen. Ini adalah periode awal Ganjar menjabat atau mulai kuartal IV-2013.
Setelah setahun menjabat, Ganjar menurunkan angka kemiskinan di Jateng menjadi 4,56 juta orang atau 13,58 persen di 2014. Lalu, pada 2015 naik tipis menjadi 4,57 juta atau 13,58 persen.
Namun, pada 2020 dan 2021 kemiskinan di Jateng kembali naik karena adanya Covid-19. Kemudian pada 2022, Jateng berangsur memulihkan dampak pandemi dan penduduk miskin juga turun jadi 3,83 juta orang atau hanya 10,93 persen.
Sejumlah upaya terus digenjot Ganjar dalam menyusutkan angka kemiskinan. Selain dengan cara reguler melalui APBD, Ganjar juga kerap melakukan gebrakan dengan berbagai inovasi dalam mengeluarkan kebijakan.
"Ada treatment khusus untuk menangani kemiskinan ekstrem kita dorong melibatkan banyak pihak. Ada dunia usaha, ada komunitas, maka banyak teman-teman yang telepon saya 'Pak Ganjar setiap hari bicara penurunan angka kemiskinan ekstrem kami bisa bantu apa'," kata Ganjar di Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) seperti dilansir pada Sabtu (13/5/2023).
Program rumah tidak layak huni (RTLH), jambanisasi, air bersih hingga listrik gratis adalah salah satu gebrakan yang dilakukan dalam mengentaskan kemiskinan di Jateng.
Dalam merealisasikan program-program tersebut, Ganjar menggandeng sejumlah pihak swasta, filantrop hingga coorporate social responsbility atau CSR untuk bergotong-royong menyalurkan bantuan.
Langkah Ganjar tersebut, disambut apresiasi dari banyak pihak sebagai langkah yang tidak biasa-biasa saja dari Ganjar sebagai orang nomor satu di Jawa Tengah selama 10 tahun berturut-turut.
"Saya sampaikan bantulah rumah yang tidak layak huni, bantulah akses air, bantulah jamban, bantulah listrik kita siapkan. Kalau sudah, maka bantulah pemberdayaan ekonominya," kata Ganjar.
"Yang dari APBD saya minta cepat sekarang bereskan, karena APBD kan tinggal belanja saja. Tapi yang kurang, ini yang para filantrop para CSR semua kita ajak," lanjut Ganjar.
Rincian angka kemiskinan di Jateng sejak 2013-2022 adalah sebagai berikut:
2013: 4,86 juta orang atau 14,44 persen
2014: 4,56 juta orang atau 13,58 persen
2015: 4,57 juta orang atau 13,58 persen
2016: 4,50 juta orang atau 13,27 persen
2017: 4,45 juta orang atau 13,01 persen
2018: 3,89 juta orang atau 11,32 persen
2019: 3,74 juta orang atau 10,80 persen
2020: 3,98 juta orang atau 11,41 persen
2021: 4,10 juta orang atau 11,79 persen
2022: 3,83 juta orang atau 10,93 persen.