Doa Naik Kendaraan yang Dibaca untuk Moda Transportasi Darat, Laut, dan Udara

Islam menganjurkan berdoa ketika naik kendaraan

Republika/Wihdan Hidayat
Ilustrasi berdoa ketika di kendaraan. Islam menganjurkan berdoa ketika naik kendaraan.
Rep: Mabruroh, Andrian Saputra, Ali Yusuf     Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Seorang Muslim dianjurkan untuk mengawali segala sesuatu dengan niat dan doa. 

Baca Juga


Dengan harapan bahwa segala sesuatu yang dilakukan dan dikerajakannya akan bernilai ibadah, berjalan lancar dan dalam ridha Allah SWT.

Begitu pula ketika seorang Muslim hendak bepergian keluar rumah, baik menggunakan transportasi darat, laut, maupun udara, agar senantiasa mereka memanjatkan doa meminta keselamatan dan perlindungan Allah SWT.

Doa naik kendaraan darat

سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَلَنَاهَذَاوَمَاكُنَّالَه مُقْرِنِين وَاِنَّا اِلَى رَبنَِّالَمُنْقَلِبُوْنَ

Subhanalladzi sakkhoronala hadza wama kunna lahu muqrinin

Artinya: "Mahasuci Tuhan yang memudahkan ini kendaraan bagi kami, sedangkan kami tiba bisa memudahkan kepada- Nya, dan kepada Allah kami kembali.”

Doa naik kendaraan laut 

بِسْمِ اللهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَااِنَّ رَبِّى لَغَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

Bismillahi majreha wa mursaha ina Rabbi la ghafurur rohim

Artinya: "Dengan nama Allah, yang menjalankan kendaraan ini berlayar dan berlabuh, sesungguhnya Tuhanku Pemaaf lagi Pengasih.”

Doa naik kendaraan udara (pesawat)

اللهُ أَكْبَر، اللهُ أكْبر، الله أكْبَر، سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا، وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ، اللهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّوَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا، وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ، اللهُمَّ إِنِّيأَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ، وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالْأَهْلِ

Artinya: “Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Maha besar. Mahasuci Allah yang telah menundukkan (pesawat) ini bagi kami, padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kepada Allah lah kami kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan takwa dalam perjalanan ini, kami mohon perbuatan yang Engkau ridhai.”

Baca juga: 7 Daftar Kontroversi Panji Gumilang Pimpinan Al Zaytun yang tak Pernah Tersentuh

Begitupun ketika akan keluar rumah, terlebih dulu dianjurkan untuk berdoa agar ketika keluar rumah diberikan naungan dan keselamatan. Dijauhkan dari melangkah ke tempat-tempat maksiat, dan dijauhkan dari godaan setan. Berikut doanya:

بِسْم اللَّهِ توكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، وَلا حوْلَ وَلا قُوةَ إلاَّ بِاللَّهِ

Bismillahi tawakaltu 'alallahi walaa haula walaa quweata Illa billah

Artinya: "Dengan nama Allah (aku keluar,) aku bertawakal kepada Allah tiada daya dan upaya melainkan dengan izin Allah." 

Apa itu Safar?

KH Jeje Zaenudin  dalam bukunya "Seputar Masalah Puasa, Itikaf, Lailatul Qadar dan Lebaran" menjelaskan pengertian safar, menurut ahli bahasa safar tersusun dari 'sa, fa, dan ra yang berarti menampakkan dan mengungkap. Dan kata itu muncul ungkapan (asfara al-shubhu), atinya "pagi telah bersinar".  

Alat menyapu tanah disebut (al-misfarah) berarti sapu, karena dengan sapu itu mengungkap tanah dari bumi (al-safir) artinya dua yaitu orang yang ikut campur urusan dua orang yang sedang bermusuhan untuk mendamaikan karena ia mengungkap hal-hal yang bisa menghubungkan keduanya.

(Al-sifr) yakni buku, karena  dengannya mengungkap arti dengan penjelasannya safarat al mar'atu wajhaha wanita itu membuka wajahnya, yakni memperlihatkannya. 

Kata as-sufru adalah jamak dari kata safir dan kata musafirun merupakan jamak dari musafir. As-sufru dan al-musafirun mempunyai satu arti. Yaitu orang yang melakukan perjalanan itu disebut musafir karena dengan melakukan perjalanan seseorang akan banyak menemukan dan menyingkap pengalaman baru. 

"Dia akan menyadari bahwa ternyata bumi Allah SWT itu luas, yang selama ini dia terkungkung dalam keterbatasan lingkungannya," tulis KH Jeje Zaenudin.

Disebut safar karena dengan malakukan perjalanan jauh bersama orang lain akan terbukalah hakikat perilaku dan akhlak seseorang. 

Bagaimana ketabahannya, keuletannya, sifat tolong menolongnya, ataukah dia justru seorang yang berakhlak buruk, tidak sabar, emosional, lemah fisik, tidak suka tolong menolong dan sebagainya dari akhlak buruk yang selama ini tersembunyi pada dirinya. 

Menurut istilah syara, kata safar berarti keluar dari kampung halaman menuju suatu tempat yang berjarak jauh sehingga pelakunya diperbolehkan mengqashar sholat. Dengan demikian tidaklah dikategorikan safar jika perjalanan itu dekat.  

Baca juga: Mualaf Theresa Corbin, Terpikat dengan Konsep Islam yang Sempurna Tentang Tuhan

"Semisal perjalanan seseorang ke pasar, ke kebun, ke kantor, ke tetangganya, dan perjalanan-perjalanan lain yang merupakan kesehariannya dimana dia pulang pergi tanpa membutuhkan perbekalan dan tidak membutuhkan waktu yang banyak," katanya. 

Hanya saja para ulama berbeda pendapat mengenai batas minimal yang dikatagorikan safar. Sebagian ulama mengukur dengan waktu minimal sehari-semalam perjalanan. Sebagian ulama membatasi minimal dua hari perjalanan.  

 

"Sebagian yang lain dengan batasan minimal tiga hari tiga malam perjalanan. Bahkan ada yang lebih singkat dari itu, yaitu sekitar 12 mil," katanya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler