Iran Klaim Mampu Amankan Selat Hormuz dari Ancaman AS dan Sekutu

Sebulan terakhir Iran telah menyita dua kapal tanker minyak di perairan Selat Hormuz

EPA-EFE/HANDOUT HANDOUT EDITORIAL USE ONLY
Foto selebaran yang disediakan oleh situs web Islamic Revolutionary Guard Corps (IRGC); Berita Sepah menunjukkan, militer Iran menembakkan rudal yang menargetkan tiruan kapal induk AS di Selat Hormuz yang strategis, selatan Iran, 28 Juli 2020. Media melaporkan bahwa Iran mengadakan pertandingan perang di Selat Hormuz di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan AS.
Rep: Dwina Agustin Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran mengatakan, pada Ahad (21/5/2023), sepenuhnya mampu mengamankan perairan regional dengan bekerja sama dengan aktor regional lainnya. Dua hari sebelumnya, komandan angkatan laut Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) yang bermarkas di Timur Tengah melakukan tur di Selat Hormuz dengan USS Paul Hamilton.

Baca Juga


“Republik Islam Iran dan negara-negara di selatan Teluk Persia mampu bekerja sama untuk memastikan keamanan Teluk Persia, Selat Hormuz, dan Laut Oman,” kata Kepala staf angkatan bersenjata Iran Mohammad Bagheri dikutip dari Aljazirah.

Bagheri mengatakan, negara-negara Barat perlu menjelaskan yang sedang dilakukan di Selat Hormuz. Area itu berada ribuan kilometer jauhnya dari perairan teritorial mereka.

“Kami tidak membutuhkan orang asing untuk memastikan keamanan perairan regional, yang saat ini diamankan oleh angkatan laut kami dan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC),” kata Bagheri.

Pengawas Armada ke-5 Angkatan Laut AS Wakil Laksamana Brad Cooper mengatakan selama perjalanan di sekitar Hormuz, Iran telah menyita delapan kapal dan menyerang tujuh lainnya selama dua tahun terakhir. Kapal cepat IRGC dilaporkan mengawasi Paul Hamilton dari jarak kurang dari satu kilometer.

Iran telah menyita dua kapal tanker minyak di perairan regional dalam sebulan terakhir. Teheran mengatakan, satu dihentikan sesuai dengan perintah pengadilan sementara yang lain melarikan diri dari wilayah itu setelah menabrak kapal Iran ketika dialihkan ke pelabuhannya. Namun, Washington menyebut penyitaan itu melanggar hukum.

Pernyataan Bagheri disampaikan usai para pejabat Iran mengadakan upacara di dekat perairan selatan negara itu. Acara ini untuk menyambut kembali dua kapal perangnya setelah perjalanan delapan bulan keliling dunia.

Kedua kapal yang  adalah Fregat IRIS Dena yang membawa rudal anti-kapal dan torpedo dan IRIS Makran yang merupakan bekas kapal tanker minyak sebelum diubah menjadi kapal pangkalan depan pertama dan satu-satunya Iran. Kapal tersebut memulai perjalanan mereka dari pantai selatan Iran pada awal Oktober tahun lalu.

Kapal-kapal ini berlabuh di India selama tiga hari mulai 12 Oktober dan ditampung oleh pejabat Indonesia selama beberapa hari di sebuah pelabuhan di Jakarta mulai 5 November. Setelah mengarungi Samudra Pasifik dan Samudra Atlantik serta bergerak di sepanjang Cile dan Argentina, mereka menuju Rio de Janeiro tanpa henti yang membawa mereka ke pantai Amerika Selatan untuk pertama kalinya. Pemerintah Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva pada akhir Februari tahun ini mengizinkan kapal perang Iran berlabuh selama seminggu meskipun ada tekanan dari AS untuk melarangnya.

Pada akhir Maret, kapal berlabuh selama lima hari di Cape Town, mengadakan pertemuan dengan rekan-rekan di Afrika Selatan. Mereka kemudian menuju ke Oman dan tinggal selama beberapa hari awal bulan ini.

Kapal perang itu mengakhiri misi '360 roundtrip' selama 232 hari awal pekan ini. Keduanya tiba kembali di pantai Iran setelah menyelesaikan perjalanan angkatan laut terpanjang dalam sejarah tentara Iran, mengelilingi sekitar 65.000 km.

Pada tahun 2021, Makran menemani fregat Sahand untuk perjalanan yang membawa mereka melewati Laut Baltik, berakhir di Saint Petersburg. Kapal itu berpartisipasi dalam latihan militer bersama dengan kapal perang Rusia.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanani mengatakan, penyelesaian perjalanan tersebut merupakan indikasi bahwa negara itu berhasil menentang dan menghindari sanksi keras AS. “Pada puncak sanksi kejam, Republik Islam Iran telah berubah menjadi kekuatan angkatan laut yang menonjol, dan mampu melakukan operasi angkatan laut skala besar di tingkat kekuatan kelas satu,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler