Afsel Semakin Ditekan Akibat Berhubungan dengan Rusia
Afsel bergabung dengan blok ekonomi BRICS bersama Rusia,Cina,India dan Brasil.
REPUBLIKA.CO.ID, CAPE TOWN -- Pemerintah Afrika Selatan (Afsel) berada di bawah tekanan lebih besar pada Rabu (24/5/2023). Setelah menolak untuk merilis dokumen kargo yang berkaitan dengan kunjungan kapal Rusia, pejabat tinggi di partai yang berkuasa di Afsel akan menyambut baik kunjungan Presiden Vladimir Putin ke negara itu.
Komentar Sekretaris Jenderal Kongres Nasional Afrika (ANC) Fikile Mbalula mengenai Putin dibuat dalam sebuah wawancara dengan BBC. Konteks pembicaraan membahas pemimpin Rusia menghadiri pertemuan puncak blok ekonomi BRICS di Afsel pada Agustus. Blok ini terdiri dari Brasil, Rusia, Cina, India, dan Afsel.
"Jika itu menurut ANC, kami ingin Presiden Putin ada di sini, bahkan besok, untuk datang ke negara kami,” kata Mbalula dalam wawancara tersebut yang kutipannya diposting di saluran media sosial ANC pada Selasa (23/5/2023).
“Kami akan menyambutnya untuk datang ke sini sebagai bagian tak terpisahkan dari BRICS,” ujarnya.
Sebagai penandatangan perjanjian Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), Afsel wajib menangkap Putin jika memasuki negara tersebut. Pemerintah Afsel telah mengindikasikan tidak akan melaksanakan surat perintah penangkapan jika Putin benar-benar melakukan perjalanan untuk KTT tersebut, meskipun belum mengatakannya secara eksplisit.
“Apakah menurut Anda seorang kepala negara bisa ditangkap begitu saja di mana saja?” kata mantan menteri Kabinet yang sekarang menjadi pejabat administrasi tertinggi ANC itu.
Mbalula mengatakan, ada kemunafikan di pihak Barat terkait dengan surat perintah penangkapan Putin. Dia menyatakan, Inggris dan negara-negara Barat lainnya melakukan kejahatan di Irak dan Afghanistan dan tidak ada kepala negara yang ditangkap.
Telah terjadi peningkatan anti-AS dan retorika anti-Barat di ANC dan kadang-kadang di beberapa bagian pemerintah Afsel sejak invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu. Namun Cape Town menegaskan bersikap netral dalam perang tersebut.
Tren ini meresahkan AS dan mitra Barat lainnya. Afsel merupakan negara demokrasi yang berpengaruh di negara berkembang, dan ekonomi paling maju di Afrika.
Afsel memiliki hubungan historis dengan Rusia yang terkait dengan dukungan militer dan politik Uni Soviet lama untuk ANC. ANC ketika itu adalah gerakan pembebasan yang berjuang untuk mengakhiri rezim apartheid rasis yang menindas mayoritas kulit hitam di negara itu.
Barat tampaknya khawatir bahwa ikatan ideologis lama ANC dengan Rusia kini menarik Afsel ke dalam orbit politik Rusia di tengah meningkatnya ketegangan global. Kekhawatiran itu diungkapkan oleh Duta Besar AS untuk Afsel Reuben Brigety awal bulan ini.
Brigety menuduh negara tersebut memberikan senjata ke Rusia melalui kapal kargo yang berlabuh di pangkalan angkatan laut dekat kota Cape Town pada Desember tahun lalu. Dia mengatakan, senjata dimuat ke Lady R berbendera Rusia.
Pemerintah Afsel membantah melakukan transaksi senjata dengan Rusia, meskipun tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa entitas lain melakukannya secara diam-diam. Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa telah memerintahkan penyelidikan.
Partai oposisi utama Afsel Democratic Alliance menantang pemerintah untuk berterus terang. Partai itu meminta pemerintah membuka dokumen jika tidak ada yang disembunyikan dan merilis manifes kargo untuk kunjungan Lady R ke pangkalan angkatan laut Simon's Town.
Tapi, Menteri Pertahanan Afsel Thandi Modis menolak untuk melakukannya. Dia mengatakan, kapal Rusia itu berkunjung untuk mengirimkan pengiriman amunisi ke Afsel yang dipesan pada 2018 tetapi tertunda karena pandemi Covid-19.
Penolakan Modise untuk mempublikasikan manifes kargo didukung oleh sesama anggota parlemen ANC, yang mengatakan bahwa dokumen tersebut "rahasia". Modise mengatakan, pemerintah akan diserahkan kepada penyelidikan atas insiden tersebut.