Tak Hanya untuk Energi, BRIN Ungkap Manfaat Nuklir di Bidang Kesehatan

BRIN terus mengembangkan produk nuklir bidang kesehatan agar lebih terjangkau.

Arie Lukihardianti/Republika
PT Kimia Farma (Persero) Tbk atau Kimia Farma dan Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka Badan Tenaga Nuklir Indonesia (PTRR BATAN) bekerja sama membuat produk sebagai solusi terapi paliatif atau pembebas rasa nyeri bagi penderita kanker yang sudah menyebar ke tulang bernama T Bone KaeF.
Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap beragam manfaat nuklir dalam bidang kedokteran modern yang dipakai untuk diagnosa hingga terapi penyakit kanker.

Baca Juga


Peneliti Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimetri BRIN Indra Saptiama mengatakan, banyak warga Indonesia berobat kanker ke luar negeri, seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan China untuk mendapat layanan kedokteran nuklir. Kedokteran nuklir saat ini memiliki kapitalisasi yang cukup besar dalam bidang pengobatan.

Radioisotop medis atau radiofarmaka di Indonesia banyak dibutuhkan oleh rumah sakit yang memiliki kedokteran nuklir, terutama rumah sakit kelas A. Namun, produk yang digunakan 94 persen diperoleh dari luar negeri alias impor dan hanya sekitar enam persen saja yang diproduksi di dalam negeri.

BRIN berkolaborasi dengan perusahaan pelat merah PT Kimia Farma terkait riset dan pengembangan radioisotop medis di Indonesia. "Rumah sakit yang bisa menggunakan radioisotop medis harus memperoleh izin dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir dan memiliki dokter spesialis kedokteran nuklir yang sudah memahami terkait penggunaan alat tersebut," kata Indra dalam keterangan resmi, Jumat (26/5/2023).

Dia menyampaikan, BRIN bersama pelaku industri telah menghasilkan produk kedokteran nuklir untuk kesehatan masyarakat. Produk itu antara lain Metil Diphosphonate (MDP) untuk mengetahui kanker di tulang dan 153Sm-EDTMP untuk terapi paliatif kanker metastasis ke tulang.

"Biasanya pasien yang mengidap kanker di stadium akhir, kanker akan menyebar atau bermetastasis ke tulang, sehingga menyebabkan rasa sakit yang cukup kuat. Biasanya menggunakan obat seperti morfin dan sebagainya dengan kadar tertentu yang sudah diizinkan dokter," kata Indra.

Produk 153Sm-EDTMP juga bisa sebagai alternatif morfin. Kalau morfin bisa beberapa kali, tapi kalau 153Sm-EDTMP frekuensi pemakaiannya lebih lama, tiga atau enam bulan sekali, tergantung pasien.

Sedangkan, produk radiofarmaka lainnya adalah 131I-MIBG Endoneuroscan untuk diagnosis kanker neuroblastoma, Metoxy Isobutil Isonitril (MIBI) untuk mengecek atau diagnosis perfusi jantung, Dietilen Triamin Penta Asetat (DTPA) untuk diagnosis perfusi ginjal, dan Etambutol untuk mengecek atau diagnosis tuberkulosis.

Komposisi radioisotop lebih besar digunakan di rumah sakit dibandingkan radiofarmaka. Saat ini radioisotop Iodium-131 dan Tc-99m yang selama ini dipasok dari luar negeri sedang dikembangkan BRIN supaya dapat ditekan harganya dan akses mendapatkan produk tersebut menjadi lebih mudah.

Iodium-131 Oral nantinya akan digunakan oleh kedokteran nuklir untuk diagnosis dan terapi kanker tiroid serta gangguan kerja tiroid lainnya. "Saat ini produk itu akan diuji klinis dan nantinya akan didaftarkan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memperoleh nomor izin edar," kata Indra.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler