Dokter di Penang Lebih Oke Kata Warganet, Ini Respons Kemenkes

Warganet bandingkan pelayanan dokter di Indonesia dengan Penang, Malaysia.

Republika/Putra M Akbar
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Jubir Kemenkes), Mohammad Syahril. Menurut Syahril, berobat ke luar negeri bagi sebagian orang adalah gaya hidup.
Rep: Desy Susilawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cicitan pengguna Twitter bernama Syafiq Shahab lewat akun @savikovic pada Sabtu (27/5/2023) memantik obrolan panjang soal pelayanan dokter di Indonesia versus di Penang, Malaysia. Sebagian warganet pun menyebut wajar jika orang lebih memilih berobat keluar negeri.

Mereka menilai dokter di Indonesia kurang kompeten, komunikasinya kurang baik, pelayanan kurang memadai, dan bahkan melakukan up selling layanan medis. Bagaimana tanggapan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI?

Menurut Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI), dr Mohammad Syahril, SpP, MPH, berobat keluar negeri itu sebenarnya adalah pilihan berdasarkan keyakinan, terutama bagi orang yang mampu. Sebab, berobat keluar negeri tentu tidaklah murah. Banyak biaya yang dikeluarkan, termasuk ongkos keluar negerinya.

Baca Juga



"Secara keseluruhan karena dia punya kewenangan memilih, kemampuan membayar, maka dia ujungnya-ujungnya mendatangkan suatu kepercayaan dan kepuasan," ujar Syahril di sela-sela acara media briefing "Kenali Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Lindungi Parumu" di Jakarta, Senin (29/5/2023).

Dalam hal ini, menurut Syahril, ada faktor yang berhubungan dengan kepercayaan. Ada juga yang keluar negeri karena beberapa penyakit yang memang ahlinya ada di luar negeri.

Namun, menurut Syahril, pada dasarnya dokter di Indonesia tidak kalah kompetennya dengan dokter luar negeri. Banyak kasus yang memang bisa ditangani di Indonesia dengan baik. Salah satunya ialah kasus TBC.

"Ada orang pergi keluar negeri, seperti Singapura, di sana pasien TBC disuruh kembali saja ke Indonesia karena memang penyakitnya hanya begitu saja," ungkap Syahril yang juga direktur utama RSPI Sulianti Saroso.

Selain itu, ada juga yang berobat ke luar negeri karena pengaruh orang lain. Melihat itu, Syahril menilai berobat keluar negeri ini bagi sebagian orang hanya karena gaya hidup.

"Kalau enggak keluar negeri tidak mantap," ujarnya.

Dokter Syahril mengatakan masalah orang memilih berobat keluar negeri harus dilihat secara utuh. Saat memilih dokter untuk berobat, orang akan melihat bagaimana pelayanan yang diberikan perawat, bagaimana pengobatan dan obat yang dipakai, sehingga mereka merasa mudah dan cepat. Kemudian, mereka menilai apakah dokter dan tenaga kesehatan lainnya memuaskan dan komunikatif.

"Itu yang mereka beli sebenarnya," ujar Syahril.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo pada Maret lalu mengatakan nyaris dua juta orang Indonesia masih memilih berobat ke luar negeri setiap tahun. Angkanya, kurang lebih satu juta ke Malaysia, 750 ribu ke Singapura, dan sisanya ke Jepang, Amerika, Jerman, dan negara lainnya.

"Gara-gara ini, kita kehilangan devisa Rp165 triliun karena modal keluar," kata Presiden.

Mengenai hal tersebut, Syahril mengatakan dibutuhkan koreksi untuk dokter dan rumah sakit di Indonesia ke depannya. Meski tenaga dokternya tidak kalah hebat, tapi itu bukan itu satu-satunya faktor kepuasan pasien.

"Totalitas. Rumah sakit bersih, baik, pelayanannya juga baik, obat juga oke," ujarnya.

Selain itu, menurut Syahril, biaya berobat pun tidak boleh terlalu mahal. "Artinya ada yang tidak perlu diperiksa, buat apa diperiksa, yang membuat biaya terlalu mahal," ujarnya.

Syahril mengatakan inilah transformasi layanan kesehatan yang digalakkan Kementerian Kesehatan RI, salah satunya transformasi layanan rujukan. Dia menyebut, rumah sakit Indonesia juga ada yang bagus, seperti RS Dharmais untuk penanganan kanker dan RS Persahabatan untuk masalah paru.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler