Cina Kerahkan Ratusan Polisi Setelah Bentrokan Terkait Penghancuran Masjid di Kota Nagu
Kota Nagu adalah rumah bagi kantong etnis muslim Hui yang cukup besar.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina mengerahkan ratusan polisi dan melakukan penangkapan di Kota Nagu, Provinsi Yunnan setelah bentrokan meletus atas rencana penghancuran sebagian masjid. Belum lama ini, Kota Nagu melanjutkan rencana untuk meruntuhkan empat menara dan atap kubah Masjid Najiaying.
Kota Nagu adalah rumah bagi kantong etnis Hui yang cukup besar. Hui adalah kelompok etnis mayoritas Muslim yang mendapat tekanan dalam menghadapi tindakan keras yang meluas. Pada Sabtu (27/5/2023) puluhan petugas yang memegang pentungan dan tameng anti huru hara memukul mundur massa di luar masjid yang melemparkan benda ke arah mereka.
"Mereka ingin melanjutkan penghancuran paksa, jadi orang-orang di sini pergi untuk menghentikan mereka," kata seorang wanita setempat yang berbicara dengan syarat anonim, dilaporkan Al Arabiya, Selasa (30/5/2023).
“Masjid adalah rumah bagi umat Islam seperti kami. Jika mereka mencoba merobohkannya, kami pasti tidak akan membiarkan mereka. Bangunan hanyalah bangunan, tidak membahayakan orang atau masyarakat. Mengapa mereka harus menghancurkannya?," ujar wanita itu.
Polisi telah melakukan penangkapan dalam jumlah yang tidak ditentukan atas insiden tersebut. Ratusan petugas tetap berada di kota tersebut pada Senin (29/5/2023).
Orang-orang di daerah sekitar masjid telah berjuang dengan pemadaman internet dan masalah konektivitas lainnya sejak bentrokan. Sebuah pemberitahuan yang dikeluarkan oleh pemerintah Tonghai,yang mengelola Nagu, pada Ahad (28/5/2023) mengatakan, mereka telah membuka penyelidikan atas kasus yang sangat mengganggu manajemen dan ketertiban sosial.
Pemberitahuan tersebut memerintahkan mereka yang terlibat untuk segera menghentikan semua tindakan ilegal dan kriminal. Mereka berjanji untuk menghukum berat siapa pun yang menolak untuk menyerahkan diri. Mereka yang secara sukarela menyerah sebelum 6 Juni akan diperlakukan dengan keringanan.
Pada Selasa, seorang pejabat di departemen publisitas Tonghai membantah adanya pemadaman internet. Tetapi mereka menolak berkomentar lebih lanjut.
Cina telah berusaha untuk mengontrol agama dengan lebih ketat sejak Presiden Xi Jinping berkuasa satu dekade lalu, termasuk tindakan keras terhadap Muslim. Namun Beijing mengklaim bahwa mereka sedang bekerja untuk memerangi terorisme dan pemikiran ekstremis.
Diperkirakan satu juta warga Uighur, Hui, dan minoritas Muslim lainnya telah ditahan di wilayah Xinjiang barat sejak 2017. Pemerintah Amerika Serikat dan kelompok hak asasi manusia menyebutnya sebagai genosida.
"Dampaknya terhadap masyarakat di luar Xinjiang lebih ringan, banyak yang melihat masjid mereka dihancurkan atau direnovasi secara paksa agar sesuai dengan gagasan resmi tentang estetika Cina," kata seorang pakar Hui di Universitas Manchester Inggris, David Stroup.