Pertemuan Negara BRICS Dibayangi Penangkapan Putin
Para menteri negara BRICS mengesampingkan rentetan pertanyaan tentang masalah Putin.
REPUBLIKA.CO.ID, CAPE TOWN -- Para menteri luar negeri negara anggota BRICS pada Kamis (1/6/2023) menegaskan ambisi blok mereka untuk menyaingi kekuatan Barat. Namun pertemuan mereka di Afrika Selatan dibayangi oleh penangkapan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Menteri Luar Negeri Afrika Selatan, Naledi Pandor mengatakan, negaranya sedang mempertimbangkan opsi jika Putin datang ke KTT BRICS yang rencananya digelar di Johannesburg. Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Putin atas tuduhan kejahatan perang. Sebagai anggota ICC, Afrika Selatan secara teoritis akan diminta untuk menangkap Putin. Pandor dibombardir dengan pertanyaan tentang hal itu ketika dia menghadiri pembicaraan putaran pertama dengan perwakilan dari Brasil, Rusia, India, dan Cina.
"Jawabannya adalah presiden (Cyril Ramaphosa) akan menunjukkan apa posisi akhir Afrika Selatan. Karena itu, undangan telah dikeluarkan untuk semua kepala negara (BRICS)," kata Pandor.
Pandor mengatakan, dalam konferensi pers nanti para menteri mengesampingkan rentetan pertanyaan tentang masalah Putin. Sebelumnya pada Maret, ICC menuduh Putin melakukan kejahatan perang dengan mendeportasi paksa anak-anak dari wilayah yang diduduki Rusia di Ukraina. Namun Moskow membantah tuduhan itu.
Pada Januari Afrika Selatan telah mengundang Putin untuk hadir dalam KTT BRICS. Namun Putin belum mengonfirmasi kehadirannya. Kremlin hanya mengatakan, Rusia akan mengambil bagian pada tingkat yang tepat.
Para menteri BRICS berusaha memusatkan perhatian pada ambisi mereka untuk membangun pengaruh di dunia multi-kutub. Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar berbicara tentang pemusatan kekuatan ekonomi, dan kebutuhan untuk mereformasi pengambilan keputusan global termasuk oleh Dewan Keamanan PBB.
“Cara lama tidak bisa mengatasi situasi baru. Kita adalah simbol perubahan. Kita harus bertindak,” ujar Jaishankar.
Dalam beberapa tahun terakhir, BRICS mengambil pendekatan yang lebih konkret yang awalnya didorong oleh Beijing. Kemudian sejak dimulainya perang Ukraina pada Februari 2022, langkah BRICS semakin konkret berkat dorongan tambahan dari Moskow.
BRICS meluncurkan Bank Pembangunan Baru pada 2015, kendati telah menghentikan pendanaan proyek di Rusia untuk mematuhi sanksi yang diberlakukan oleh negara-negara Barat setelah invasi ke Ukraina. Pandor mengatakan, seorang eksekutif senior dari Bank Pembangunan Baru telah memberi pengarahan kepada para menteri tentang potensi penggunaan mata uang alternatif untuk mata uang yang diperdagangkan secara internasional saat ini.
"Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kita tidak menjadi korban sanksi yang memiliki efek sekunder pada negara-negara yang tidak terlibat dalam masalah yang menyebabkan sanksi sepihak tersebut," ujar Pandor.
Para menteri juga membahas rencana untuk menerima anggota baru. Wakil Menteri Luar Negeri Cina, Ma Zhaoxu mengatakan, Beijing sangat senang dengan prospek negara-negara yang akan bergabung dengan BRICS. Karena hal itu akan meningkatkan pengaruh BRICS dan memberinya lebih banyak kekuatan untuk melayani kepentingan negara-negara berkembang.
"Blok BRICS inklusif, sangat kontras dengan lingkaran kecil beberapa negara, jadi saya yakin perluasan BRICS akan bermanfaat bagi negara-negara BRICS," kata Mah.
Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian, dan Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud akan berpartisipasi dalam pertemuan BRICS. Iran dan Saudi bersama dengan Venezuela, Argentina, Aljazair dan Uni Emirat Arab adalah negara-negara yang secara resmi mengajukan permohonan untuk bergabung dengan BRICS atau menyatakan minatnya.