Ini Isu yang Dibahas dalam Pertemuan Menlu BRICS di Afrika Selatan

Sebagian besar negara BRICS mengambil posisi berbeda dengan AS dan sekutu

AP
Pertemuan Menlu BRICS di Afrika Selatan
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, CAPE TOWN -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov bertemu dengan rekan-rekan dari anggota BRICS di Afrika Selatan pada Kamis (1/6/2023). Menurut duta besar Afrika Selatan BRICS Anil Sooklal, mereka akan memulai  dengan pertukaran pandangan tentang isu-isu geopolitik utama, termasuk perang di Ukraina.

Sebagian besar negara BRICS mengambil posisi berbeda dengan Amerika Serikat (AS) dan sekutu Barat dalam perang. Berbicara menjelang pertemuan, Sooklal menyebut bantuan militer Barat ke Ukraina sebagai salah satu hal yang memicu konflik.

“Setiap upaya yang memicu konflik tidak menyelesaikan masalah,” kata Sooklal ketika ditanya tentang reaksinya terhadap upaya Barat untuk mentransfer senjata ke Ukraina.

“Kami tidak mengetahui adanya konflik global yang telah diselesaikan melalui perang. Semua itu menyebabkan lebih banyak rasa sakit dan penderitaan dan, sebagai negara-negara BRICS, inilah yang kami katakan: Mari kita fokus untuk menemukan penyelesaian damai terhadap tantangan, daripada memicu konflik," ujar Sooklal.

Aliansi BRICS terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Pertemuan para menteri luar negeri itu  merupakan pendahulu dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS yang lebih besar di Johannesburg pada Agustus.

Tapi dalam kunjungan ini saja Lavrov melakukan pembicaraan resmi di setidaknya tiga negara Afrika dalam perjalanannya ke Afrika Selatan. Partisipasinya jelas merupakan inti dari pembicaraan BRICS yang berlangsung di sebuah hotel mewah Cape Town yang menghadap ke Samudra Atlantik Selatan.

Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang yang diharapkan hadir lebih memilih mengirim wakilnya sebagai gantinya. Namun semua menteri luar negeri lainnya akan hadir.


Baca Juga


Perluasan blok BRICS dan dengan kemungkinan penguatan pengaruh politik dan ekonomi Rusia dan Cina juga merupakan topik utama untuk diskusi. Isu tersebut menjadi pembahasan baik pada pertemuan para menteri luar negeri maupun pertemuan puncak utama BRICS pada Agustus.

Sooklal mengatakan bahwa lebih dari 20 negara telah secara formal atau informal meminta untuk bergabung dengan blok BRICS. Negara-negara yang telah mengajukan permintaan resmi adalah Arab Saudi, Iran, dan Uni Emirat Arab.

Dengan Afrika Selatan sebagai ketua BRICS saat ini, Sooklal mengatakan, telah menyiapkan laporan tentang kemungkinan anggota baru dan proses untuk menerimanya. Laporan itu akan diberikan kepada Lavrov dan menteri luar negeri lainnya agar mereka memberikan panduan tentang cara bergerak maju dengan ekspansi apa pun.

Menteri luar negeri dari setidaknya 15 negara lain dari Global South diundang ke pertemuan BRICS di Cape Town pada Jumat (2/6/2023). Sooklal mengatakan, salah satu tujuan blok tersebut adalah untuk mengatasi garis patahan utama di front geopolitik dan front ekonomi yang sebagian disebabkan oleh sistem internasional yang sudah ketinggalan zaman.

“Inilah yang diperjuangkan BRICS sejak didirikan. Bahwa kita membutuhkan sistem multilateral yang direformasi dan diubah, yang berbicara tentang tantangan saat ini yang kita hadapi dan yang inklusif dan adil dan tidak meminggirkan mayoritas populasi global," kata Sooklal.

“Mayoritas Global South merasa bahwa institusi kita membutuhkan reformasi dan suara mereka juga didengarkan secara setara dalam konteks ini," ujarnya.

Tapi perhatian tertuju kepada Presiden Rusia Vladimir Putin yang telah diundang untuk menghadiri KTT kelompok itu, tetapi tidak jelas apakah dia akan hadir. Kunjungan pemimpin Rusia akan memberikan tekanan diplomatik yang besar pada Afrika Selatan.

Afrika selatan adalah penandatangan perjanjian Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). ICC telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Putin atas tuduhan kejahatan perang atas penculikan anak-anak dari Ukraina.

Cape Town belum secara jelas menyatakan posisinya dalam melaksanakan surat perintah tersebut. Sebaliknya, pemerintah mengatakan, akan mengambil nasihat hukum tentang pilihannya. Sikap itu dilihat oleh para kritikus sebagai upaya untuk menemukan jalan keluar dari kewajibannya yang jelas untuk menangkap Putin sebagai penandatangan perjanjian ICC.

Mengizinkan Putin bepergian dengan bebas untuk KTT kemungkinan akan semakin memperkeruh hubungan Afrika Selatan dengan Barat. Sebelum itu, AS telah menuduh Afrika Selatan memberikan senjata kepada Rusia untuk perangnya di Ukraina. Afrika Selatan membantah tuduhan itu.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler