Airlangga: RI Punya Waktu 18 Bulan Sebelum Implementasi EUDR

Sektor logistik RI akan hadapi hambatan berat karena regulasi baru Uni Eropa itu.

Dok pribadi
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto
Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia mempunyai waktu 18 bulan lagi sebelum Uni Eropa mengimplementasikan kebijakan European Union Deforestation Regulations (EUDR).

Baca Juga


Airlangga menyampaikan hal itu kepada Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dalam acara diskusi Lembaga National Single Window (LNSW) Sinergi dalam Rangka Transformasi Layanan Publik Untuk Indonesia Maju di Jakarta.

"Indonesia punya potensi 18 bulan dari sekarang Bu Menteri Keuangan, karena mereka mau buat regulasi teknis dalam 18 bulan," kata Airlangga di Jakarta, Jumat (9/6/2023).

Airlangga mewanti-wanti, ke depannya sektor logistik Indonesia akan menghadapi hambatan cukup berat karena regulasi baru Uni Eropa tersebut. EUDR menyasar enam komoditas Indonesia, di antaranya minyak sawit dan produk turunannya, kopi, kedelai, kakao, daging sapi dan kayu.

Selain itu, karet, kertas, kulit dan produk turunannya juga termasuk dalam kategori yang dibatasi EUDR. EUDR menerapkan sistem label pada negara tertentu yang dibagi menjadi high risk, standard and low risk country.

Airlangga menilai kebijakan tersebut dibuat untuk mengatur negara lain alih-alih negara di lingkup Uni Eropa sendiri. Ia juga mencurigai tak hanya deforestasi, faktor kompetisi industri dalam negeri juga menjadi faktor yang mendasari EUDR.

"Ini sebuah regulasi yang dibuat mengatur negara lain, biasanya kita regulasi mengatur diri sendiri, tapi ini mengatur operator negara lain. Nah tentu ini logistik akan menjadi isu utama karena sebelum aturan ini jelas, enggak bisa kesana atau verifikasi tambahan," ujarnya.

Adapun sepekan yang lalu, Airlangga bersama dengan Deputy Prime Minister/Minister of Plantation and Commodities of Malaysia Dato Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof telah melakukan lawatan ke Uni Eropa sebagai langkah Joint Mission dalam menolak adanya regulasi baru tersebut.

Dalam agendanya, Airlangga menemui beberapa pejabat kunci Uni Eropa sebagai upaya diplomasi. Indonesia bersama Malaysia membicarakan perihal implementasi atau dampak dari EUDR terhadap akses pasar kelapa sawit ke Uni Eropa.

Sebelumnya, Airlangga juga telah menyampaikan penolakan yang sama dalam pertemuan dengan perwakilan Organisasi Non-Pemerintah (NGOs) dan Organisasi Masyarakat Sipil (CSOs). Ia menilai EUDR akan merugikan banyak komoditas perkebunan dan kehutanan Indonesia dan Malaysia.

Selain itu, kebijakan EUDR juga mengecilkan semua upaya Indonesia yang berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan menyangkut isu perubahan iklim hingga perlindungan keanekaragaman hayati sesuai dengan kesepakatan, perjanjian dan konvensi multilateral, seperti Paris Agreement.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler