Usulan Rekomendasi FKUB untuk Rumah Ibadah Dihapus, FKUB Papua: Solusinya Apa?
FKUB Papua menilai penghapusan izin FKUB untuk rumah ibadah tidak perlu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua I Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Papua KH Saiful Islam Al Payage mengatakan, rekomendasi FKUB yang menjadi syarat pendirian rumah ibadah tidak perlu dicabut. Justru, menurut dia, aturan tersebut perlu diperkuat menjadi undang-undang.
"Kalau menurut saya, aturan itu sebenarnya tidak perlu dicabut. Kalau bisa itu sifatnya jangan hanya peraturan, tapi kalau bisa diundangkan. Karena yang saya lihat itu sekarang itu kan aturannya kurang kuat," ujar Kiai Payage saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (9/6/2023).
Sebelumnya, pendirian rumah ibadah membutuhkan rekomendasi dari lebih satu instansi, seperti rekomendasi dari FKUB dan juga dari Kementerian Agama (Kemenag).
Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) terkait syarat pendirian rumah ibadah.
Namun, baru-baru ini Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan akan pemangkasan izin pendirian rumah ibadah, yakni hanya cukup rekomendasi dari Kementerian Agama.
Karena, dia menilai, semakin banyak stakeholder yang memberikan rekomendasi izin pendirian rumah ibadah, maka semakin sulit pembangunan terlaksana.
Kiai Payage menjelaskan, aturan SKB Dua Menteri itu sebenarnya dibuat untuk memberikan kepastian kepada seluruh penganut agama yang ada di Indonesia agar bisa melaksanakan ibadah sebaik-baiknya, serta bisa mendirikan tempat ibadah masing-masing, tidak ada yang merasa terganggu, serta tidak ada yang merasa terzalimi.
"Cuma memang aturan itu terlihat kurang maksimal, sehingga ketika kejadian atau ada masalah pembangunan ibadah, itu susah untuk diterapkan aturan itu. Karena itu sifatnya bukan undang-undang," ucap Kiai Payage.
Baca juga: Terpikat Islam Sejak Belia, Mualaf Adrianus: Jawaban Atas Keraguan Saya Selama Ini
Dengan adanya undang-undang terkait pendirian rumah ibadah, kata dia, maka ketika terjadi konflik di tengah masyarakat, nanti akan ada kepastian hukumnya.
"Jadi sekarang belum kuat, sehingga persoalan keumatan di bawah itu gak maksimal. Kalau misalnya dicabut ini (rekomendasi FKUB) terus apa solusinya? Kan gak ada juga solusinya itu," kata Kiai Payage.
"Atau kalau misalnya ada solusi tapi sifatnya masih peraturan, itu kan berarti sama saja. Kita berputar-putar dalam satu area saja, cuma modelnya saja yang berbeda," jelasnya.
Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 memuat aturan dan syarat mendirikan rumah ibadah.
Dalam peraturan tersebut disebutkan syarat-syarat pendirian rumah ibadah yang tertulis di Bab IV Pasal 14 hingga 17. Berikut syarat pendirian rumah ibadah yang disebutkan dalam SKB dua menteri:
Pendirian rumah ibadah harus didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan atau desa.
Ketika mendirikan rumah ibadah, pemeluk agama rumah ibadah tersebut harus tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan.
Ketika komposisi jumlah penduduk di kelurahan atau desa tidak terpenuhi maka pertimbangan komposisi jumlah penduduk dapat menggunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten ataukota atau provinsi.
Setelah syarat komposisi penduduk terpenuhi, syarat selanjutnya adalah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung serta persyaratan khusus meliputi:
Pertama, daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah.
Kedua, dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa.
Ketiga, rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota.
Keempat, rekomendasi tertulis FKUB kabupaten atau kota. Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis.
Ketika rekomendasi tertulis FKUB kabupaten atau kota belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah.
Selanjutnya permohonan pendirian rumah ibadah diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati atau wali kota untuk memperoleh IMB rumah ibadah.
Bupati atau wali kota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah ibadah diajukan.
Jika ada perubahan rencana tata ruang wilayah maka Pemerintah daerah harus memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung rumah ibadah yang telah memiliki IMB yang dipindahkan.
Baca juga: Mengapa Tuyul Bisa Leluasa Masuk Rumah? Ini Beberapa Penyebabnya
Pada rapat dengar pendapat dengan DPR-RI Senin (5/6/2023) lalu Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan saran memangkas izin pendirian rumah ibadah. Sebelumnya, pendirian rumah ibadah membutuhkan rekomendasi dari lebih satu instansi.
"Dulu itu ada SKB (surat keputusan bersama) dua menteri (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri). (Isinya) bahwa ada dua rekomendasi apabila hendak mendirikan rumah ibadah, yaitu dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) dan Kemenag. Sekarang kami menghapus satu rekomendasi, sehingga cukup dari Kemenag dan ini kami ajukan dalam Perpres," kata
Berkaca dari banyaknya konflik pendirian rumah ibadah, Yaqut mengakui bahwa semakin banyak stakeholder yang memberikan rekomendasi izin pendirian rumah ibadah, maka semakin sulit pembangunan terlaksana. Menag menanggapi hasil survei yang dilakukan Setara Institute di lima kota, hasilnya intoleransi dan anti-Pancasila masih terasa.
Menag mengatakan, meski rilis tersebut tidak bisa digeneralisasi secara nasional, namun ia mengakui bahwa intoleransi masih menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Maka hasil survey tersebut dinilai sebagai peringatan dini secara pribadi bagi Kemenag sebagai masinis lokomotif institusi agama di Indonesia.