Biden Pilih Tetap Diam atas Semua Dakwaan Trump
Biden tetap diam dan enggan berkomentar tentang 37 dakwaan terhadap Donald Trump
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Joe Biden memilih tetap diam dan enggan berkomentar tentang 37 dakwaan terhadap Donald Trump, termasuk tuduhan mantan presiden AS tersebut menyimpan beberapa dokumen rahasia keamanan negara yang paling sensitif setelah meninggalkan Gedung Putih pada tahun 2021.
Para pejabat pemerintahan Biden juga memilih untuk tetap bungkam terhadap dakwaan Trump itu. Mereka mengikuti pandangan Biden dimana tidak ada presiden yang boleh mencampuri masalah hukum di Departemen Kehakiman, demikian ungkap sumber-sumber pemerintahan.
Sikap Biden ini, mengingat Trump adalah saingan utamanya dalam pemilihan presiden 2024 mendatang. Kampanye juga harus berjalan dengan hati-hati dalam menyinggung dakwaan tersebut, kata beberapa pakar politik.
Banyak anggota Partai Republik yang menantang Trump pada tahun 2024 telah menegur Departemen Kehakiman, bukan Trump, atas dokumen-dokumen tersebut, dan menuduh Biden menggunakan lembaga penegak hukum untuk menjegal Trump, meskipun dakwaan itu ditepis oleh dewan juri.
Sejauh ini, kampanye Biden belum menyebutkan dakwaan tersebut. Pada hari Sabtu, tim kampanye Biden ini menulis tweet tentang infrastruktur. "Saya hanya ingin mengatakan bahwa diam adalah respon terbaik," kata Robert Reich, tim pemenangan yang juga mantan menteri tenaga kerja di bawah Presiden Bill Clinton dan profesor di University of California, Berkeley.
Ke depannya, strategi terbaik kampanye Biden hanyalah mendorong orang untuk mengomentari dakwaan tersebut, kata Jeremi Suri, seorang sejarawan dan pakar kepresidenan di University of Texas di Austin. Sementara beredar komentar dari anggota Partai Republik seperti mantan jaksa agung Trump, yang pada hari Ahad mengatakan bahwa Trump akan diserang habis-habisan jika dakwaan tersebut terbukti benar.
Kampanye ini juga harus mengingatkan publik bahwa dakwaan tersebut berasal dari masyarakat Florida, dalam sebuah dewan juri, bukan dari pemerintahan Biden, kata Suri. "Mereka harus melakukan semua yang mereka bisa, agar terlihat tidak mempolitisasi hal ini," katanya.
Biden menolak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengenai dakwaan tersebut di Washington pada hari Sabtu, ketika ia meninggalkan gereja Katolik tempat ia beribadah, langsung menuju mobil limosin yang telah menunggu dan melewatkan kebiasaannya melambaikan tangan kepada para wartawan yang telah menunggunya.
Pada hari Jumat Biden mengatakan bahwa ia belum berbicara dengan Jaksa Agung AS Merrick Garland dan tidak berencana untuk melakukannya. Bahkan ketika berbicara di luar rekaman, banyak pejabat Biden dengan hati-hati menghindari memberikan pendapat mereka tentang 37 dakwaan yang dihadapi Trump terkait penanganan dokumen-dokumen rahasia.
Dan anggota Kongres dari Partai Demokrat yang dekat dengan Biden telah menekankan supremasi hukum jauh lebih penting, bukan menggunakan kesempatan ini untuk menyindir Trump.
"Ini adalah hari yang menyedihkan bagi seorang mantan presiden Amerika Serikat yang didakwa secara federal, tetapi dasar dari aturan hukum dalam demokrasi kita adalah bahwa tidak ada seorang pun yang berada di atas aturan hukum. Saya tetap yakin bahwa dia akan mendapatkan proses hukum yang sesuai dengan haknya," kata Senator Chris Coons dari Delaware.
Biden sering mengkritik kebijakan Trump dan ekstremisme para pengikutnya tanpa menyebut nama Trump sendiri, sebuah strategi yang menurut para pakar politik di masa lalu menarik bagi warga Amerika yang lelah dengan kekacauan pemerintahan sebelumnya.
Biden, seorang Demokrat, memenangkan kursi kepresidenan pada tahun 2020 dengan menyerang Trump secara langsung. Biden memberi janji untuk memulihkan apa yang disebutnya sebagai "jiwa Amerika" setelah empat tahun masa jabatan pendahulunya yang penuh gejolak.
Sebagai mantan ketua Komite Kehakiman Senat, Biden merasa sangat terganggu dengan upaya Trump yang berulang kali untuk memengaruhi dan menyerang Departemen Kehakiman. Upaya itu ia lakukan saat menjabat presiden sehingga menjadi salah satu motivasinya untuk mencalonkan diri kembali sebagai presiden pada tahun 2020, demikian ungkap salah satu sumber administrasi.