Mafia Tanah Kas Desa Tambah Luasan Tanah Hingga tak Bayar Sewa dan PBB
RS telah merubah site plan yang sebelumnya untuk area singgah hijau.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mafia tanah kas desa (TKD) di Kelurahan Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman yakni Robinson Saalino (RS) menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Senin (12/6/2023). RS yang juga Dirut PT Deztama Putri Sentosa tersebut didakwa atas beberapa hal oleh penuntut umum.
Salah satu penuntut umum, Ali Munip mengatakan, terdakwa RS didakwa karena telah menambah keluasan penggunaan TKD dari yang ditetapkan dalam izin yang dikeluarkan Gubernur DIY. Bahkan, terdakwa juga tidak membayar sewa TKD hingga pajak bumi dan bangunan (PBB), dan membangun hunian di atas TKD.
Terdakwa memanfaatkan TKD tidak sesuai dengan rencana tata ruang, padahal pembangunan hunian dilarang dilakukan di atas TKD. Atas perbuatannya tersebut, RS merugikan keuangan negara hingga Rp 2,9 miliar.
Ali menuturkan, RS telah merubah site plan yang sebelumnya untuk area singgah hijau menjadi pembangunan pondok wisata untuk menguasai TKD Caturtunggal seluas 16.215 meter persegi, dari luas keseluruhan yakni 19.860 meter persegi. Padahal, izin penggunaan TKD yang dikeluarkan Gubernur DIY terhadap PT Deztama Putri Sentosa hanya 5.000 meter persegi.
Artinya, PT Deztama Putri Sentosa menambah keluasan penggunaan TKD sebesar 11.215 meter persegi. "Pada 2018, terdakwa Robinson Saalino telah memasang pagar keliling TKD Caturtunggal menggunakan pagar seng dan menambah keluasan lahan seluas 11.215 meter persegi, sehingga yang seharusnya 5.000 meter persegi sebagaimana izin Gubernur DIY menjadi luas 16.215 meter persegi," kata Ali saat membacakan surat dakwaan di PN Yogyakarta, Senin (12/6/2023).
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa kerugian negara yang diakibatkan dari penyalahgunaan TKD tersebut dikarenakan biaya sewa dan PBB yang tidak dibayarkan PT Deztama Putri Sentosa atas penggunaan TKD yang tidak memiliki izin dari Gubernur DIY.
Ali menuturkan, biaya sewa yang seharusnya dapat diterima Kelurahan Caturtunggal atas penggunaan TKD oleh PT Deztama Putri Sentosa tanpa izin Gubernur DIY dan perjanjian sewa-menyewa seluas 11.215 meter persegi mencapai Rp 2,4 miliar.
Selain itu, kerugian tersebut juga karena biaya PBB atas tanah yang digunakan PT Deztama Putri Sentosa tanpa izin Gubernur DIY dan perjanjian sewa-menyewa seluas 11.215 meter persegi selama 2018-2023 atau selama enam tahun tidak dibayarkan. Biaya PBB ini justru dibayarkan Pemerintah Kelurahan Caturtunggal sebesar Rp 32 juta.
"Tunggakan pokok sewa dan denda atas keterlambatan pembayaran sewa oleh PT Deztama Putri Sentosa antara 2018-2023 atas tanah yang disewa seluas 5.000 meter persegi sebesar Rp 452 juta," ucap Ali. Dengan begitu, total kerugian keuangan negara dalam perkara penyalahgunaan TKD di Caturtunggal ini mencapai Rp 2,9 miliar.
RS dijerat dengan dakwaan primair Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Serta subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP
Selain perkara penyalahgunaan TKD di Caturtunggal, RS juga diduga terlibat penyalahgunaan TKD di beberapa lokasi lain di Kabupaten Sleman. Seperti di Kelurahan Condongcatur, Kelurahan Maguwoharjo, dan Kelurahan Candibinangun.
Sementara itu, Lurah Caturtunggal, Agus Santoso (AS) juga sudah ditetapkan sebagai tersangka atas perkara ini, namun berkas pokok perkaranya belum dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta. Penetapan tersangka AS dikarenakan melakukan pembiaran terhadap penyimpangan pemanfaatan TKD yang dilakukan PT Deztama Putri Sentosa, yaitu dengan tidak melaksanakan tugasnya untuk melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan PT Deztama Putri Sentosa agar sesuai dengan peruntukannya.