Israel Makin Kehabisan Tentara
Hizbullah mengumumkan telah menghabisi hampir seratus tentara Israel.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Niat pasukan penjajahan Israel memusnahkan perlawanan Palestina tak kunjung tercapai. Sebaliknya, belakangan muncul pengakuan bahwa tentara Zionis makin kekurangan personel untuk melanjutkan perang genosidalnya.
Pada Jumat, kelompok Hizbullah dari Lebanon merilis ikhtisar perkembangan terkini di Lebanon selatan dan Front Utara, mengungkapkan penghitungan kerugian terbaru di pihak Israel. Perlu dicatat bahwa penghitungan ini hanya mencakup kerugian Israel sejak dimulainya invasi darat ke Lebanon selatan pada 1 Oktober lalu.
Menurut Almayadeen Hizbullah mengonfirmasi tewasnya 95 tentara Israel sementara 900 lainnya terluka. Penghitungan ini mencakup perwira militer dan tentara.
Mengenai penghancuran sistem dan kendaraan militer, Hizbullah mengatakan bahwa pejuangnya menghancurkan 42 tank tempur utama Merkava, empat buldoser lapis baja D9, dua Humvee, sebuah kendaraan lapis baja, dan sebuah pengangkut personel lapis baja (APC).
Angkatan Pertahanan Udara Perlawanan menjatuhkan tiga drone Hermes 450 dan dua kendaraan udara tak berawak (UAV) Hermes 900. Media Militer Hizbullah mengatakan bahwa jumlah korban tersebut, yang dirilis Kamis malam, tidak termasuk kerugian Israel yang terjadi dalam serangan jarak jauh dan tidak langsung yang menargetkan pangkalan, situs militer, permukiman, dan kota-kota yang diduduki.
Radio Angkatan Darat Israel mengkonfirmasi pada Kamis, bahwa Kepala Staf Herzi Halevi memutuskan untuk membentuk batalyon teknik baru dari pasukan reguler. Hal ini dilakukan mengingat krisis personel di angkatan bersenjata Israel.
Ia menambahkan, pembentukan batalyon tersebut dilakukan karena adanya kebutuhan mendesak akan tambahan pasukan teknik dan untuk meringankan beban pasukan teknik cadangan.
Halevi disebut menyadari perlunya menambah jumlah pasukan teknik karena banyaknya tugas yang diberikan kepada mereka, karena mereka menangani bahan peledak dan perangkap, dan dapat menimbulkan banyak korban jiwa.
Dia mengatakan pasukan darat juga meningkatkan pelatihan teknik bagi pejuang infanteri untuk melatih mereka dalam keterampilan teknik untuk menangani bahan peledak. Batalyon baru yang diberi nama “Batalyon 607” tersebut direncanakan bakal dibentuk pada November mendatang.
Surat kabar Israel Hayom mengutip mantan menteri Israel dan cadangan Letnan Kolonel Yoaz Hendel yang membenarkan adanya kebutuhan besar akan lebih banyak tentara setelah 12.000 orang terluka sejak dimulainya perang pada 7 Oktober 2023 dan perluasannya di Lebanon.
Tentara Israel menderita kekurangan tentara, terutama karena pasukan cadangan telah habis akibat perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza dan perluasan perang darat hingga mencakup Lebanon selatan, yang menderita kerugian besar.
Kurangnya tentara telah mendorong pemerintah Israel untuk memusatkan perhatian mereka pada pemeluk Yahudi ultra-Ortodoks (Haredim), yang merupakan 13 persen dari populasi yang dibebaskan dari dinas militer.
Pada Juni, Mahkamah Agung Israel mencabut pengecualian yang telah lama dinikmati kelompok ini, dengan harapan hal ini akan membantu memecahkan dilema tersebut, namun Haredim masih menolak untuk direkrut.
Komandan bertumbangan...
Sebelumnya, tentara Israel mengumumkan kematian empat tentara, termasuk seorang perwira, di Jabalia pada Rabu. Mereka tewas akibat ledakan di sebuah rumah yang dipasang jebakan. Tentara Israel telah mengepung Jabalia, Beit Lahiya dan wilayah Gaza utara lainnya selama lebih dari 23 hari dan mereka telah menderita banyak korban jiwa selama periode tersebut.
Militer Israel juga mengumumkan kematian seorang tentara yang meninggal karena luka yang diderita di front utara, dalam pertempuran di Lebanon selatan. Jumlah ini terus meningkat dan lebih dari 600 orang tewas di Gaza sejak dimulainya serangan darat, dan lebih dari 900 tentara terluka dalam serangan di Lebanon baru-baru ini.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant mengatakan pada Senin malam bahwa tentara Israel perlu memperkuat pasukannya. Hal ini mengingat meningkatnya jumlah korban tewas dan terluka dalam pertempuran yang sedang berlangsung.
Hal ini disampaikannya dalam pidatonya pada pembukaan sesi parlemen musim dingin di Knesset, di mana ia menekankan perlunya mengesahkan undang-undang wajib militer yang diperluas untuk memenuhi kebutuhan tentara yang semakin meningkat, mengingat permintaan ini “penting dan nonpolitis.”
Galant menunjukkan penolakannya terhadap pengesahan undang-undang yang mengecualikan Haredim (Yahudi relijius) dari dinas militer. "Ini adalah masalah keamanan dan moral. Situasinya sulit, dan banyak yang tewas dan terluka, jadi kami membutuhkan lebih banyak tentara dan pejuang," ujarnya dilansir Aljazirah Arabia.
Menteri Pertahanan menyerukan perlunya kesetaraan dalam memikul tanggung jawab membela Israel, menuntut pembatalan pengecualian yang dinikmati oleh umat Yahudi yang beragama dari wajib militer.
Dalam konteks yang sama, pemimpin oposisi Yair Lapid mengkritik posisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dengan menyatakan bahwa Netanyahu tidak membahas krisis pengecualian Haredim dari dinas militer dalam pidatonya di hadapan Knesset.
Diberitakan sebelumnya, empat tentara Israel tewas dan seorang petugas terluka parah dalam pertempuran di Jalur Gaza utara pada Selasa pagi. Prajurit-prajurit yang tewas diserang pejuang Palestina itu merupakan bagian dari pasukan elite “Unit Hantu” di pasukan penjajahan Israel (IDF).
Serangan terhadap tentara penjajah itu dilakukan sementara mereka melakukan pembantaian di Beit Lahiya yang menewaskan lebih dari 100 warga Palestina termasuk perempuan dan anak-anak. IDF menyebut di antara yang tewas adalah seorang berpangkat kapten dan tiga sersan staf. Mereka semua tergabung di Unit Elite Multidomain, atau Unit “Hantu”, dan tewas dalam pertempuran di wilayah Jabalia.