Perludem: 20 Lebih Pasal Harus Direvisi Jika MK Ubah Sistem Pemilu

Pemerintah dan DPR tidak mungkin bisa merevisi puluhan pasal dalam UU Pemilu.

Republika/Rakhmawaty La'lang
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil.
Rep: Febryan A Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengidentifikasi ada 20 lebih pasal dalam UU Pemilu yang harus direvisi apabila Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengganti sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup. MK diketahui akan membacakan putusan atas perkara sistem pemilu ini pada Kamis (15/6/2023).

"Kalau MK misalnya mengabulkan sistem proporsional tertutup untuk pemilu, apalagi untuk Pemilu 2024, itu mengharuskan UU Pemilu diubah. Ada banyak pasal dalam UU Pemilu yang harus diubah," kata Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil kepada wartawan, Selasa (13/6/2023).

Fadli menjelaskan, pemilihan legislatif menggunakan sistem proporsional terbuka merupakan salah satu jantung UU Pemilu. Pasal yang menyatakan penggunaan sistem proporsional terbuka terkoneksi dengan puluhan pasal lain.

"Yang kami identifikasi, ada sekitar 21 sampai 24 pasal yang berkaitan (dengan sistem proporsional terbuka) yang harus disesuaikan kalau sistem pemilunya diubah," ujar Fadli.

Puluhan pasal yang harus diubah itu di antaranya adalah pasal terkait ketentuan kampanye dan ketentuan penegakan hukum pemilu. Harus diubah pula pasal terkait pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi suara.

Baca Juga


Fadli menjelaskan, pasal terkait kampanye harus diubah karena sistem proporsional terbuka memberikan peran besar kepada calon anggota legislatif (caleg) untuk mempromosikan diri. Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai, kampanye dilakukan oleh partai.

Pasal terkait kampanye itu harus direvisi untuk menyatakan siapa saja yang berhak berkampanye. "Kalau sekarang kan partai boleh berkampanye, caleg juga boleh. Kalau sistem proporsional tertutup, tidak boleh caleg berkampanye, tapi partai yang berkampanye. Sebab, caleg bukan lagi variabel utama dalam penyelenggaraan pemilu," ujarnya.

Fadli menambahkan, pengubahan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup juga akan berdampak kepada daftar bakal caleg yang sudah diserahkan partai politik kepada KPU. Sebab, partai politik sudah terlanjur menyerahkan daftar bakal calegnya dengan logika sistem proporsional terbuka.

Menurut dia, Pemerintah dan DPR tidak mungkin bisa merevisi puluhan pasal dalam UU Pemilu itu karena tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan. "Tidak mungkin pula menghentikan tahapan pemilu untuk mengubah UU Pemilu," katanya.

Karena pergantian sistem pemilu punya implikasi serius, Fadli menyebut pihaknya yakin MK dalam putusannya tidak akan menyatakan sistem proporsional tertutup yang konstitusional. Kendati begitu, Perludem juga yakin MK tidak akan menyatakan sistem proporsional terbuka yang konstitusional.

Apabila MK menyatakan sistem proporsional terbuka yang konstitusional, maka lembaga pembentuk undang-undang tidak bisa mengevaluasi atau mengganti sistem pemilu pada kemudian hari. Sebab, putusan yang menyatakan sistem proporsional terbuka yang konstitusional sama artinya menyatakan sistem lain tidak konstitusional.

Perludem sebagai Pihak Terkait dalam perkara ini meyakini MK hanya akan memberikan batasan kepada lembaga pembentuk undang-undang ketika untuk menentukan sistem pemilu yang akan dipilih pada waktu yang akan datang. "Misalnya kalau memilih proporsional tertutup apa yang perlu diperhatikan. Memilih proporsional terbuka apa yang perlu diperhatikan," ujar Fadli.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh kader PDIP, Demas Brian Wicaksono, beserta lima koleganya. Mereka meminta MK menyatakan sistem proporsional terbuka sebagaimana termaktub dalam UU Pemilu, bertentangan dengan konstitusi. Mereka meminta MK menyatakan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai yang konstitusional sehingga bisa diterapkan dalam gelaran Pemilu 2024.

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai. Pemenang kursi anggota dewan adalah calon anggota legislatif (caleg) dengan nomor urut teratas. Sistem yang bertumpu kepada partai ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999.

Adapun dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg maupun partai yang diinginkan. Caleg dengan suara terbanyak berhak duduk di parlemen. Sistem yang menitikberatkan personal caleg ini dipakai sejak Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019.

Pakar politik punya pandangan beragam terkait sistem mana yang paling tepat digunakan untuk pemilu di Indonesia ke depan. Sebagian menilai sistem proporsional terbuka yang cocok. Sebagian lain menilai sistem proporsional tertutup yang baik. Ada pula yang menilai sistem proporsional tertutup yang tepat asalkan internal partai politik diperbaiki terlebih dahulu.

Deretan Kicauan Denny Indrayana - (Republika.co.id)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler