Malas Berinteraksi Sosial Pasca Covid-19, Mungkinkah Tanda-Tanda Hikikomori
Hikikomori merupakan fenomena sosial dimana seseorang lebih suka menutup dirinya dan melakukan aktivitas di dalam rumah daripada melakukan kegiatan sosial atau aktivitas di luar rumah.
Apa itu Hikikomori?
Fenomena ini merupakan fenomena sosial yang sering terjadi di Jepang. Istilah Hikikomori diciptakan oleh Dr. Tamaki Saitou yang merupakan seorang psikologi jepang. Di definisikan sebagai keadaan dimana seseorang menutup dirinya selama enam bulan atau lebih dan tidak mengikuti kegiatan sosial apapun di lingkungannya. Kegiatan yang dimaksud disini adalah sekolah, bekerja, atau menjalin hubungan dekat dengan orang diluar anggota keluarga. (Irvansyah, 2014)
Dilansir dari ‘Artikel Hikikomori Samakah dengan Ansos atau Agrofobia’ oleh Ajeng Waluyo dkk dari Universitas Mercu Buana berikut ini merupakan tanda-tanda Hikokomori :
1. Menghindari kontak sosial dengan orang lain
Seseorang hikikomori lebih memilih mengurung diri dirumah dan merasa nyaman dibanding melakukan kontak sosial di masyarakat.
2. Membatasi kegiatan dengan orang lain
Lebih memilih kegiatan dengan melibatkan diri sendiri daripada dengan orang lain untuk menjaga agar dirinya tidak terluka dari pandangannya.
3. Tidak percaya dengan diri sendiri.
Menganggap dirinya tidak lebih baik dari orang lain sehingga membuatnya tak mampu bersaing dengan lingkungannya.
4. Cenderung fokus pada suatu hal disukai.
Kebanyakan remaja jika menyukai sesuatu akan terus fokus pada hal itu.
Tidak hanya di Jepang, fenomena ini juga bisa saja terjadi di negara lain, salah satunya Indonesia. Seperti kita ketahui selama satu tahun lebih sebelumnya dimana pandemi covid 19 sedang tinggi-tingginya, demi pencegahan penularan pandemi covid 19 protokol kesehatan diperketat dan diadakan karantina mandiri sehingga semua kegiatan beralih menjadi online dari rumah.
Teknologi masa kini mempermudahkan segala hal hanya dengan menggeser layar handphone, membuat semua orang tidak perlu risau dengan adanya perintah untuk karantina mandiri. Namun, ternyata karantina yang semula hanya dilakukan 2 minggu itu terjadi hingga berbulan-bulan kemudian lamanya, kegiatan interaksi sosial pun semakin berkurang bahkan tidak ada. Tidak sedikit orang yang memilih bermain game online atau berinteraksi di sosial media sebagai pelarian dari rasa jenuh karena terus berdiam diri dan tidak bisa keluar dari rumah.
Hal itu menjadikan orang-orang terutama remaja terbiasa dengan aktivitas di rumah dan malas untuk keluar rumah bahkan ketika kegiatan sekolah sudah bisa dilakukan secara offline. Mereka menjadi lebih suka belajar online di rumah dan mengurung diri di kamar dibandingkan pergi ke sekolah kembali. Selain itu mereka semakin tidak bisa jauh dari handphone. Kemampuan interaksi sosial pun menurun akibat terlalu lama berdiam diri di rumah.
Jika dilihat dari tanda-tandanya, masa-masa pandemi bisa saja menyebabkan seseorang menjadi hikikomori karena menjadi terbiasa berdiam diri dan berada di zona nyamannya dalam waktu lama hingga merasa tidak memerlukan interaksi dengan orang lain atau mengikuti kegiatan di luar rumah. Oleh karena untuk menghindari hal tersebut, dimasa pandemi yang mulai berakhir ini perlu untuk mengikuti kegiatan dan berinteraksi dengan orang lain atau setidaknya ada satu orang yang bisa diajak untuk berkomunikasi agar tidak merasa sendirian.