Taiwan Minta Dukungan Eropa Cegah Cina Ubah Statu Quo di Selat Taiwan
Taiwan mengambil pelajaran dari invasi Rusia ke Ukraina untuk memperkuat ketahanannya
REPUBLIKA.CO.ID, PRAHA – Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu meminta dukungan dari negara-negara Eropa untuk mempertahankan status quo di Selat Taiwan. Taiwan mewaspadai Cina yang hendak mengubah keadaan di selat tersebut dan menguasai Taipei.
“Agar Taiwan tetap kuat dan tangguh serta berani melanjutkan kebijakan mempertahankan status quo, kami memang membutuhkan dukungan dari teman-teman Eropa,” kata Wu dalam pidatonya di sebuah konferensi di yang digelar di Praha, Republik Ceska, Rabu (14/6/2023).
Wu mengungkapkan, Taiwan mengambil pelajaran dari invasi Rusia ke Ukraina untuk memperkuat ketahanannya terhadap Cina. “Bagi banyak pengamat di seluruh dunia, invasi (militer Cina) mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat atau tidak dapat dihindari dan Taiwan serta para mitranya berusaha mencegah hal itu terjadi,” ucapnya.
“Tapi Cina mengikuti 'Seni Perang' Sun-Tzu, mencoba menghancurkan musuh tanpa berperang. Saat kita berbicara sekarang, Cina terus melenturkan ototnya untuk mengintimidasi Taiwan, termasuk mengirimkan pesawat dan kapal perangnya melintasi garis tengah Selat Taiwan,” kata Wu menambahkan.
Taiwan tak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan negara Eropa mana pun, kecuali Vatikan. Namun ia mempertahankan hubungan informal yang luas dengan negara-negara di Benua Biru.
Setelah Rusia melancarkan serangan militer ke Ukraina pada Februari 2022, negara-negara Eropa Tengah dan Eropa Timur menunjukkan dukungan untuk Taiwan.
Pekan lalu, Cina telah memperingatkan Eropa agar tak melakukan pertukaran resmi dengan Taiwan. Beijing pun mendesak Eropa agar tak memberikan dukungan apa pun terhadap “pasukan kemerdekaan” Taiwan.
Cina diketahui mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Namun Taiwan berulang kali menyatakan bahwa ia adalah negara merdeka dengan nama Republik Cina.
Taiwan selalu menyebut bahwa Beijing tidak pernah memerintahnya dan tak berhak berbicara atas namanya. Situasi itu membuat hubungan kedua belah pihak dibekap ketegangan dan berpeluang memicu konfrontasi.