PM Belanda Kini Akui Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945

Sebelumnya, pemerintah Belanda berpendapat, kemerdekaan RI pada 27 Desember 1949.

AP/Franc Zhurda
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte.
Rep: Fergi Nadira B Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Pemerintah Kerajaan Belanda resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dalam debat kabinet negara tentang Perang Kemerdekaan Indonesia di Amsterdam pada Rabu (14/6/2023) waktu setempat. Pengakuan resmi itu disampaikan sepenuhnya dan tanpa syarat oleh Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte.

"Kami melihat proklamasi itu sebagai fakta sejarah," kata Rutte di sela debat tersebut dikutip media berbahasa Belanda, Nu.nl pada Kamis (15/6/2023).

Atas desakan Partai Hijau, GroenLinks, Rutte akan berdiskusi dengan Presiden RI Joko Widodo terkait langkah merayakan Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. "Saya bersedia melihat bagaimana Anda bisa memberikan pengakuan atas perayaan kemerdekaan Indonesia bersama-sama,” kata Rutte.

Pada 17 Agustus 1945, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Proklamasi Kemerdekaan berdirinya Negara Republik Indonesia (NRI). Pemerintah Belanda pada 2005 mengakui bahwa Indonesia secara de facto merdeka pada 1945, namun secara resmi tetap mengacu pada 1949.

Pada 27 Desember 1949, penguasa Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia. Hal itu terjadi hanya terjadi setelah desakan kuat dari Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Dalam beberapa tahun terakhir, Belanda memang selalu mengingat tanggal 17 Agustus 1945 sebagai hari kemerdekaan Indonesia. Raja Belanda setiap tahunnya mengirimkan ucapan selamat ke Indonesia melalui telegram.

Kendati begitu, Juru Bicara Rutte mengatakan, secara hukum tidak akan ada yang berubah setelah debat kabinet mengenai Perang Kemerdekaan Indonesia tersebut. Belanda tetap berkomitmen secara hukum sampai tahun 1949. "Kedaulatan dialihkan pada tahun 1949. Kami tidak dapat membatalkannya," katanya.

Pada Rabu, DPR Belanda memperdebatkan perang kemerdekaan RI dari tahun 1945 hingga 1949. Kajian ekstensif berjudul Over de Grens diterbitkan pada Februari 2023. Laporan tebal hampir 600 halaman menggambarkan dengan sangat rinci kekerasan yang mengerikan dan hampir tak terlukiskan pada periode itu dari kedua sisi.


Kesimpulan politik terpenting adalah bahwa tidak ada kekerasan insidental di pihak Belanda, seperti yang dikatakan selama beberapa dekade. Para peneliti berbicara tentang kekerasan ekstrim dalam skala besar oleh angkatan bersenjata Belanda yang sengaja dikerahkan.

Politisi di Den Haag mengetahui hal itu, tetapi tidak bertindak. Pada 2011, kabinet Belanda meminta maaf kepada penduduk Indonesia atas periode kekerasan ekstrem yang dilakukan pemerintah Kolonial kepada warga pribumi.

Raja melakukannya tiga tahun lalu selama periode 1940 hingga 1945. Perang menelan korban sekitar 5.300 orang Belanda, dibandingkan dengan kemungkinan sekitar 100 ribu orang Indonesia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler