BP2MI: Pekerja Migran Perempuan Kerap Jadi Korban TPPO
Pemerintah dinilai perlu punya penanganan dan perlindungan PMI dari potensi TPPO.
REPPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, pekerja migran Indonesia (PMI) perempuan kerap menjadi korban dari potensi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Sebanyak 46 kali penggerebekan, 26 kali di antaranya dia yang memimpin langsung.
"Saya ingin ajak sesekali waktu kalau ada penggrebekan teman-teman media, 161 (calon tenaga kerja) saya selamatkan di Bekasi dan semua perempuan, semua perempuan, menyedihkan," kata Benny dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema "Upaya Pemerintah dan DPR Lindungi Pekerja Migran dari Kasus Kekerasan" di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (165/6/2023).
Berdasarkan data BP2MI, Benny menyebut dari 100.729 penanganan PMI terkendala sejak tahun 2020 hingga 11 Juni 2023, sebanyak 80 persen korbannya merupakan perempuan dan ibu-ibu. Kemudian, kata dia, dari 3.527 penanganan PMI sakit sejak tahun 2020 hingga 11 Juni 2023, sebanyak 80 persen korbannya juga merupakan perempuan dan ibu-ibu. Termasuk, lanjut dia, dari 2.204 penanganan pemulangan jenazah PMI sejak tahun 2020 hingga 11 Juni 2023, sebanyak 80 persen korbannya adalah perempuan dan ibu-ibu.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengatakan, kehadiran negara dengan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan terkait perlu ditingkatkan dalam melindungi PMI perempuan yang kerap mendapatkan perlakuan tidak adil. "Benar-benar harus dipastikan bahwa teman-teman perempuan yang akan bekerja di negara lain itu, benar-benar bekerja di tempat yang safe dan mendapatkan perlindungan, mendapatkan jaminan perlindungan baik ketika dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit," ujarnya.
Meski demikian, dia menyebut bahwa permasalahan terkait perlindungan PMI tidak hanya mendera kaum perempuan, sebab maraknya pengiriman PMI yang dilakukan tidak melalui prosedur yang semestinya (unprosedural) sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Banyak juga teman-teman pekerja migran Indonesia ini yang berangkat tapi dalam keadaan gelap gulita, itu kita sebut unprosedural. Ini yang sering kalau kita advokasi ini agak susah, agak sulit kalau kita advokasi," ujarnya.
Untuk itu, dia mengatakan bahwa Komisi IX DPR mendukung adanya terobosan dari pemerintah dalam penanganan dan perlindungan PMI dari potensi TPPO maupun tindak kekerasan. "Harus benar-benar ada terobosan yang dilakukan oleh pemerintah, kita siap mendorong dari Komisi IX untuk melakukan perlindungan yang lebih baik lagi terhadap teman-teman pekerja migran Indonesia dari potensi TPPO, tindak kekerasan, khususnya teman-teman perempuan," kata dia.