Bisnisnya Jadi Sorotan Komisi Eropa, Ini Reaksi Google

Google diminta menjual beberapa bisnis iklannya untuk mengatasi masalah persaingan.

AP Photo/Michel Euler, File
Komisi Eropa meminta Google menjual beberapa bisnis iklannya untuk mengatasi masalah persaingan./ilustrasi.
Rep: Rahma Sulistya Red: Natalia Endah Hapsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Dalam keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya, regulator antipakat (antitrust) Uni Eropa membidik keuntungan bisnis periklanan digital Google. Raksasa teknologi itu pun diminta menjual beberapa bisnis iklannya untuk mengatasi masalah persaingan.

Baca Juga


Komisi Eropa, cabang eksekutif blok dan penegak antimonopoli teratas, mengungkapkan pandangan awalnya setelah penyelidikan. Mereka mengatakan bahwa divestasi wajib oleh Google atas sebagian layanannya, hanya akan menimbulkan kekhawatiran.

Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara telah memimpin gerakan global untuk menindak perusahaan-perusahaan teknologi besar (termasuk aturan terobosan tentang kecerdasan buatan). Tapi sebelumnya, mereka menjatuhkan denda besar, termasuk tiga hukuman antimonopoli untuk Google senilai miliaran euro.

Melansir dari Japan Today, Jumat (16/6/2023), ini adalah pertama kalinya blok itu mendesak agar Google harus membagi bagian-bagian penting dari bisnisnya. Ini karena semakin ketatnya pantauan pelanggaran undang-undang antimonopoli UE.

Tetapi saat ini, Google dapat membela diri dengan menyampaikan kasusnya sebelum Komisi Eropa mengeluarkan keputusan akhir. Google mengatakan tidak setuju dengan temuan tersebut, dan akan menanggapi penyelidikan UE yang mereka anggap hanya berfokus pada bagian sempit dari bisnis iklannya.

“Alat teknologi periklanan kami membantu situs web dan aplikasi mendanai konten mereka, dan memungkinkan bisnis dari segala ukuran menjangkau pelanggan baru secara efektif. Google tetap berkomitmen untuk menciptakan nilai bagi mitra penayang dan pengiklan kami di sektor yang sangat kompetitif ini,” ujar Wakil Presiden Iklan Global Google, Dan Taylor.

Keputusan komisi itu berasal dari penyelidikan formal yang dibuka pada Juni 2021, menyelidiki apakah Google melanggar aturan persaingan blok dengan mendukung layanan teknologi periklanan tampilan online miliknya sendiri, dengan mengorbankan penerbit saingan, pengiklan, dan layanan teknologi periklanan.

Wakil Presiden Komisi Eropa, Margrethe Vestager, mengatakan Google terlihat dominan di kedua sisi pasar penjualan iklan. Google menyalahgunakan posisi itu dengan mendukung pertukaran iklannya sendiri, dan memperkuat kemampuannya untuk membebankan biaya tinggi untuk layanannya.

“Google mewakili kepentingan pembeli dan penjual. Dan pada saat yang sama, Google menetapkan aturan tentang bagaimana permintaan dan penawaran harus bertemu. Hal ini menimbulkan konflik kepentingan yang melekat dan meluas,” ujar Vestager.

YouTube adalah salah satu fokus penyelidikan komisi, yang melihat apakah Google menggunakan posisi dominan situs berbagi video untuk mendukung layanan pembelian iklannya sendiri, dengan memberlakukan pembatasan pada pesaing.

Bisnis teknologi iklan Google juga sedang diselidiki oleh pengawas antimonopoli Inggris dan menghadapi litigasi di Amerika Serikat.

Sebelumnya, Brussels telah memukul Google dengan denda lebih dari delapan miliar euro (Rp 130,8 triliun) dalam tiga kasus antimonopoli terpisah, yang melibatkan sistem operasi seluler Android serta layanan iklan belanja dan pencarian.

Google mengajukan banding atas ketiga hukuman tersebut. Dan tahun lalu, Pengadilan UE sedikit mengurangi hukuman Android menjadi 4,125 juta euro (Rp 67,4 miliar). Regulator UE memiliki kekuatan untuk mengenakan denda hingga 10 persen dari pendapatan tahunan perusahaan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler