Makna Dalam Mimpi SBY untuk Presiden Jokowi

SBY seolah menyindir bila sudah waktunya selesi memimpin ya sudah.

Dok. Partai Demokrat
Partai Demokrat menggelar bedah buku karya Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang juga Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berjudul Pilpres 2024 & Cawe-cawe Presiden Jokowi, The President Can Do No Wrong.
Rep: Fauziah Mursid Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa waktu terakhir ini turut meramaikan isu politik nasional. Ini diawali dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menceritakan soal mimpinya bersama Presiden Joko Widodo dan Presiden kelima RI Megawati melalui akun Twitter-nya pada 19 Juni 2023.

Baca Juga


SBY bercerita jika bersama-sama Jokowi dan Megawati pulang ke kampung halamannya masing-masing menggunakan kereta yang sama dari Stasiun Gambir. Namun, sebelum kembali ke asalnya, ketiganya menyempatkan berbincang dengan Presiden kedelapan RI yang tidak disebutkan sosoknya oleh SBY.

Setelah berbincang santai, baik SBY, Jokowi dan Megawati kemudian berangkat ke tujuan mereka masing-masing yakni Jokowi di Solo, SBY ke Pacitan dan Megawati ke Blitar.

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo pun menilai mimpi SBY ini memiliki makna harapan sekaligus sindiran kepada para pemimpin bangsa tersebut. Ari mengatakan, satu kereta menandakan harapan SBY agar mengkonsolidasikan capaian para pemimpin ini dengan presiden selanjutnya, sebagaimana disebut SBY dalam mimpinya.

"Satu kereta ini artinya sama-sama mengkonsolidasikan seluruh capaian selama ini Bu Mega, Pak Jokowi dan SBY bersama-sama ke depan dengan Presiden ke-8. Harapan satu kereta juga bisa dimaknai rekonsoliasi karena selama ini hubungan Mega dan SBY kurang baik, sehingga rekonsiliasi membuahkan kebersamaan," ujar Ari dalam keterangannya, Rabu (27/6/2023).

Meski begitu, kata Ari, mimpi SBY ini juga bisa jadi sebagai suatu sindiran agar para pemimpin ini setelah selesai memimpin, menyerahkan estafet kepemimpinan kepada presiden selanjutnya. Karena itu, melalui mimpinya, SBY juga bisa jadi menyindir para pemimpin untuk menyelesaikan urusannya usai tidak lagi menjabat presiden.

"Jadi semacam pulang kampung, jadi Pak Jokowi ke Solo, Pak SBY ke Pacitan, Bu Mega nyekar di Blitar ke titik asal. Artinya kalau turun jadi presiden ya selesai ya sudah, kita menyerahkan estafet kepemimpinan kepada penerusnya," ujar Ari.

 

 Ari menilai, sindiran ini juga berkaitan dengan cawe-cawe Presiden Jokowi dalam Pemilu 2024. Meskipun Jokowi berdalih, cawe-cawe yang dimaksud adalah ikut campur dalam memastikan program Pemerintah berlanjut di kepemimpinan selanjutnya.

"Tidak kemudian cawe-cawe biarkanlah penerusnya meneruskan estafet kepemimpinan tanpa dominasi para senior para pendahulunya itu juga sebuah sindiran. Ya sudah cawe-cawe Pak jokowi selesai disitu kemudian kita sama-sama pulang kampung, pulang ke titik dimana kita berasal," ujarnya.

Kemudian, sepekan berselang, SBY juga merilis bukunya yang berjudul Pilpres 2024 & Cawe-cawe Presiden Jokowi, The President Can Do No Wrong. Dalam buku tersebut, SBY menyinggung sejumlah hal, diantaranya  pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengaku akan cawe-cawe untuk kepentingan nasional. SBY berpendapat pada bukunya di halaman 7, langkah tersebut sah saja dilakukan oleh seorang pemimpin negara.

Namun, SBY mengingatkan agar Jokowi berhati-hati terkait cawe-cawe-nya itu agar tidak menjadi bias dan dikaitkan dengan Pilpres 2024. Sebab, kepentingan nasional sangat berbeda dengan kepentingan politik sebuah partai politik atau pihak tertentu.

SBY juga menyinggung informasi yang menyebutkan Presiden Jokowi hanya menghendaki dua pasangan calon presiden di Pemilu 2024. SBY pun menilai sah-sah saja jika Jokowi melakukan kerja politik dalam mewujudkan keinginannya tersebut.

Namun yang salah, kata SBY jika Jokowi sebagai pemimpin negara melakukan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power untuk merealisasikan tujuannya.

Dilema

Terkait pernyataan SBY tersebut, Pengamat Politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai SBY dalam situasi dilema saat ini. Hal itu tergambar dari sosok SBY yang selama  masa kepemimpinannya nampak bersikap hati-hati dan teliti, tetapi situasi kebatinan itu mengemuka kembali melalui beberapa statemennya.

 "Mulai dari kekhawatiran adanya upaya kekuasaan memunculkan hanya dua pasang kandidat di Pilpres, mimpi bertemu Megawati dan Jokowi hingga menerbitkan catatan terkait cawe politis presiden, SBY jelas dalam situasi dilema," ujar Dedi.

Dedi mengatakan, SBY di satu sisi tetap ingin Demokrat kokoh membangun koalisi mengusung Anies Baswedan. Namun, di sisi lain dia juga mulai khawatir dengan nasib Demokrat termasuk karir politik putranya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) jika tekanan terus berlangsung.

Sebab, dari pernyaaannya itu, SBY mulai terpengaruh dengan gangguan yang datang ke Demokrat adalah bagian dari serangan rivalitas yang ingin mengggagalkan pencapresan Anies.

"Dia mungkin saja berpikir untuk apa mempertahankan Anies yang tidak terkorelasi langsung dengan Demokrat hingga harus berhadapan dengan penguasa yang represif," ujarnya.

Karena itu, Dedi menilai SBY mulai terganggu dengan lawan politiknya yang memiliki kekuatan besar untuk mengusik Demokrat. Itulah sebabnya, Demokrat mulai konsolidatif dengan PDIP, tetapi di sisi lain juga terganggu dengan sikap Presiden Jokowi yang agresif.

Untuk itu, hal itu yang dia tuangkan melalui pernyataan-pernyataannya ke publik guna keamanan Demokrat . "(Pernyataan SBY) tentu itu salah satu upaya membangun opini untuk dukungan pada Demokrat," ujarnya.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler